Pengertian Hipotesis atau hipotesa
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara
terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan
kebenarannya.
Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan
jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti. Hipotesis menjadi teruji
apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut.
Dalam upaya pembuktian
hipotesis, peneliti dapat
saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen.
Hipotesis yang telah teruji kebenarannya
disebut teori.
Contoh:
Apabila
terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja
menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa
(karena langit mendung, maka...) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila
ternyata beberapa saat kemudia hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar.
Secara ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun
hujan, maka hipotesisnya dinyatakan keliru.
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo = di bawah;thesis =
pendirian, pendapat yang ditegakkan,
kepastian.
Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti
kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah. Dalam penggunaannya sehari-hari
hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna di dalamnya.
Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut
hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis
juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan bahwa di
antara sejumlah fakta ada hubungan
tertentu. Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah
hipotesis di dalam penelitian, salah
satu di antaranya, yaitu penelitian sosial.
Proses pembentukan
hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang
melalui tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan
hipotesis ilmiah, yang
dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga, dapat dikatakan bahwa
sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.
Kegunaan
Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah,
khususnya penelitian kuantitatif.
Terdapat tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini, di antaranya:
- Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui teori mengenai konflik.
- Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar atau di falsifikasi.
- Hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.
Hipotesis dalam
penelitian
Walaupun hipotesis penting sebagai arah dan pedoman kerja dalam penelitian, tidak
semua penelitian mutlak harus memiliki hipotesis. Penggunaan hipotesis dalam
suatu penelitian didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian. Dalam
masalah atau tujuan penelitian tampak apakah penelitian
menggunakan hipotesis atau tidak. Contohnya yaitu Penelitian eksplorasi yang tujuannya untuk
menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi tidak
menggunakan hipotesis. Hal ini sama dengan penelitian deskriptif, ada
yang berpendapat tidak menggunakan hipotesis sebab hanya membuat deskripsi atau
mengukur secara cermat tentang fenomena yang
diteliti, tetapi ada juga yang menganggap penelitian deskriptif dapat
menggunakan hipotesis. Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang bertujuan
menjelaskan hubungan antar-variabel adalah
keharusan untuk menggunakan hipotesis.
- Untuk menguji teori,
- Mendorong munculnya teori,
- Menerangkan fenomena sosial,
- Sebagai pedoman untuk mengarahkan penelitian,
- Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.
Karakteristik
Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan
dengan benar. Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian.
Meskipun hipotesis telah memenuhi syarat secara proporsional, jika hipotesis tersebut
masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga
sukar diuji secara nyata.
Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar,
sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:
- Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
- Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empiris adalah harus mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
- Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.
- Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
- Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik metode pengamatan, pengumpulan data, analisis data, maupun generalisasi.
- Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis yang dapat diteliti karena dalam teori dijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan dihipotesiskan.
- Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit.
Tahap-tahap pembentukan
hipotesis secara umum
Tahap-tahap pembentukan hipotesa pada umumnya sebagai berikut:
- Penentuan masalah.
Dasar
penalaran ilmiah ialah
kekayaan pengetahuan ilmiah
yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak
atau tidak dapat diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang sudah
diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan
perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah
mendapat bentuk perumusan masalah. Hipotesis pendahuluan atau hipotesis
preliminer (preliminary hypothesis).
Dugaan
atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini
digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer, pengamatan tidak
akan terarah. Fakta yang
terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan
dengan masalah yang
dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian,
hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun
merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba
sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.
- Pengumpulan fakta.
Dalam
penalaran ilmiah, di antara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya
dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa
preliminer yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih
fakta.
- Formulasi hipotesa.
Pembentukan
hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata
apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan tertentu di
antara sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot yang
jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel
jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa
semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal
dengan hukum gravitasi
Pengujian
hipotesa
Artinya,
mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diamati dalam
istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi(pembenaran).
Apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi. Falsifikasi(penyalahan) terjadi jika
usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa.
Bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh fakta
yang dinamakan koroborasi (corroboration).
Hipotesa yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori. Aplikasi/penerapan.
Apabila
hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan (dalam
istilah ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus
terbukti cocok dengan fakta. Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan
dengan fakta.
Hubungan hipotesis dan
teori
Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan
sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan
kemudian diuji secara empiris.[12]
Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua
atau lebih variabel yang
di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini,
diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Pernyataan hubungan antara variabel,
sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan hanya merupakan dugaan
sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah
dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian.
Sebab, teori yang
tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban
sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam
penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu
teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan
dari teori.
Agar teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis
dapat diamati dan diukur dalam kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus
dijabarkan ke dalam bentuk yang nyata yang dapat diamati dan diukur. Cara yang
umum digunakan ialah melalui proses operasionalisasi, yaitu menurunkan
tingkat keabstrakan suatu teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang
menunjuk fenomena empiris atau ke dalam bentuk proposisi yang dapat diamati atau
dapat diukur. Proposisi yang dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang
menyatakan hubungan antar-variabel. Proposisi seperti inilah yang disebut
sebagai hipotesis.
Jika teori merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-konsep (pada tingkat abstrak atau teoritis),
hipotesis merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-variabel (dalam
tingkat yang konkret atau empiris). Hipotesis menghubungkan teori dengan
realitas sehingga melalui hipotesis dimungkinkan dilakukan pengujian atas teori
dan bahkan membantu pelaksanaan pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab
permasalahan penelitian. Oleh sebab itu, hipotesis sering disebut sebagai
pernyataan tentang teori dalam bentuk yang dapat diuji (statement of theory in
testable form), atau kadang-kadanag hipotesis didefinisikan sebagai pernyataan
tentatif tentang realitas (tentative statements about reality). Oleh karena
teori berhubungan dengan hipotesis, merumuskan hipotesis akan sulit jika tidak
memiliki kerangka teori yang menjelaskan fenomena yang diteliti, tidak
mengembangkan proposisi yang tegas tentang masalah penelitian, atau tidak
memiliki kemampuan untuk menggunakan teori yang ada. Kemudian, karena dasar
penyusunan hipotesis yang reliabel dan dapat diuji adalah teori, tingkat ketepatan
hipotesis dalam menduga, menjelaskan, memprediksi suatu fenomena atau peristiwa
atau hubungan antara fenomena yang ditentukan oleh tingkat ketepatan atau
kebenaran teori yang digunakan dan yang disusun dalam kerangka teoritis. Jadi,
sumber hipotesis adalah teori sebagaimana disusun dalam kerangka teoritis. Karena itu,
baik-buruknya suatu hipotesis bergantung pada keadaan relatif dari teori
penelitian mengenai suatu fenomena sosial disebut hipotesis
penelitian atau hipotesis kerja.] Dengan
kata lain, meskipun lebih sering terjadi bahwa penelitian berlangsung dari
teori ke hipotesis (penelitian deduktif), kadang-kadang
sebaliknya yang terjadi.
Comments