Korupsi
KATA PENGANTAR
Syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan waktu, kesempatan dan pemikiran yang jernih penulis untuk
menyelesaikan makalah yang berjudul “ korupsi apakah budaya bangsa Indonesia”.
Sebagaimana upaya peningkatan kualitas yang tidak
akan pernah selesai, demikian pula makalah ini nantinya akan memerlukan revisi
berdasarkan kritik maupun saran dari para pembaca makalah ini.
Untuk itu, saya harapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca khususnya dari Ibu Uswatul Hasanah selaku dosen
pembimbing mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar. Semoga makalah ini dapat
memperluas wawasan
Para.pembaca.Terimakasih,
Parepare,15Desember 2011
Penulis,
Parepare,15Desember 2011
Penulis,
BAB1
PENDAHULUAN 1
A.Latar
Belakang
Peraturan
perundang-undangan (legislation) merupakan wujud dari politik hukum institusi
Negara dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan tindak pidana
korupsi. Secara parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia
serius melawan dan memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini. Tebang
pilih. Begitu kira-kira pendapat beberapa praktisi dan pengamat hukum terhadap
gerak pemerintah dalam menangani kasus korupsi akhir-akhir ini.Gaung
pemberantasan korupsi seakan menjadi senjata ampuh untuk dibubuhkan dalam teks
pidato para pejabat Negara, bicara seolah ia bersih, anti korupsi. Masyarakat
melalui LSM dan Ormas pun tidak mau kalah, mengambil manfaat dari kampanye anti
korupsi di Indonesia. Pembahasan mengenai strategi pemberantasan korupsi
dilakakukan dibanyak ruang seminar, booming anti korupsi, begitulah tepatnya.
Meanstream perlawanan terhadap korupsi juga dijewantahkan melalui pembentukan
lembaga Adhoc, Komisi Anti Korupsi (KPK).
Celah kelemahan hukum selalu menjadi senjata ampuh para
pelaku korupsi untuk menghindar dari tuntutan hukum. Kasus Korupsi mantan
Presiden Soeharto, contoh kasus yang paling anyar yang tak kunjung memperoleh
titik penyelesaian. Perspektif politik selalu mendominasi kasus-kasus hukum di
negeri sahabat Republik BBM ini. Padahal penyelesaiaan kasus-kasus korupsi
besar seperti kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus
korupsi besar lainnya akan mampu menstimulus program pembangunan ekonomi di
Indonesia.
B.Rumusan
Masalah
1.Bagaimana
pengaruh korupsi di Indonesia ?
2.Strategi
apa yang dapat dilakukan untuk meminimaliskan praktek korupsi tersebut?
3.Bagaimana multi ereffect bagi efesiensi dan efektifitas pembangunan ekonomi
di Indonesia?
BAB 11
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Namun, juga sering membuat makin parahnya high cost economy
di Indonesia, karena munculnya pungutan-pungutan yang lahir melalui Perda (peraturan
daerah) yang dibuat dalam rangka meningkatkan PAD (pendapatan daerah) yang
membuka ruang-ruang korupsi baru di daerah. Mereka tidak sadar, karena praktek
itulah, investor menahan diri untuk masuk ke daerahnya dan memilih daerah yang
memiliki potensi biaya rendah dengan sedikit
a.Makna.tindak.pidana.korupsi
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator –yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila kehidupan sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur. Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia,lanjut.Pope.
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator –yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila kehidupan sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur. Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia,lanjut.Pope.
Menurut Dieter Frish,
mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan tindakan
memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan
menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih
karena alasan keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik.
Korupsi selalu menyebabkan situasi sosial-ekonomi tak pasti (uncertenly).
Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan peluang
bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi
dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus
ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of
Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan
akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi. Akhiar Salmi dalam makalahnya
menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok.dan.sebagainya.
Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black yang menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the right of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty and the right of others.” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.
Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black yang menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the right of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty and the right of others.” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.
b.
B..Korupsi.dan.Politik.Hukum.Ekonomi
Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-model korupsi. Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini. Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat oleh pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak dibarengi dengan kesungguhan untuk manifestasi dari peraturan perundang-undangan yang ada. Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada recovery terhadap para eksekutor atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas alasan dari politik hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi meanstream yang sedang terjadi.
Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-model korupsi. Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini. Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat oleh pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak dibarengi dengan kesungguhan untuk manifestasi dari peraturan perundang-undangan yang ada. Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada recovery terhadap para eksekutor atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas alasan dari politik hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi meanstream yang sedang terjadi.
Dimensi
politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “enactment policy”,
merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominan di Negara berkembang, dimana
peraturan perundang-undangan kerap dijadikan instrumen politik oleh pemerintah,
penguasa tepatnya, untuk hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep
perundang-undangan dengan dimensi seperti ini dominan terjadi di Indonesia,
yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui kelemahan
perundang-undangan. Lihat saja Undang-undang bidang ekonomi hasil analisis
Hikmahanto Juwana, seperti Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang
Pasar Modal, Undang-undang Hak Tanggungan, UU Dokumen Perusahaan, UU
Kepailitan, UU Perbankan, UU Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, UU
Jasa Konstruksi, UU Bank Indonesia, UU Lalu Lintas Devisa, UU Arbitrase, UU
Telekomunikasi, UU Fidusia, UU Rahasia Dagang, UU Desain Industri dan banyak UU
bidang ekonomi lainnya. Hampir semua peraturan perundang-undangan tersebut
memiliki dimensi kebijakan politik hukum “ kebijakan pemberlakuan”, dan
memberikan ruang terhadap terjadinya praktek korupsi.
Fakta yang terjadi
menunjukkan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggurui
Negara-negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korupsilah sistem
ekonomi-sosial rusak, baik Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam bukunya
“The Confesion of Economic Hit Man” John Perkin mempertegas peran besar Negara
adidaya seperti Amerika Serikat melalui lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia
dan perusahaan Multinasional menjerat Negara berkembang seperti Indonesia dalam
kubangan korupsi yang merajalela dan terperangkap dalam hutang luar negeri yang
luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh penguasa Indonesia saat itu. Hal ini
dilakukan dalam melakukan hegemoni terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia,
dan berhasil. Demokratisasi dan Metamorfosis Korupsi Pergeseran sistem, melalui
tumbangnya kekuasaan icon orde baru, Soeharto. Membawa berkah bagi tumbuhnya
kehidupan demokratisasi di Indonesia. Reformasi, begitu banyak orang menyebut
perubahan tersebut. Namun sayang reformasi harus dibayar mahal oleh Indonesia
melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang “Buble Gum” yang setiap saat siap
meledak itu. Kemunafikan (Hipocrasy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi
rakyat. Namun, apa mau dinyana rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh
lantunan lembut lagu dan kata tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulut
para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu korupsi tersentralisasi di
pusat kekuasaan, seiring otonomi atau desentralisasi daerah yang diikuti oleh
desentralisasi pengelolaan keuangan daerah, korupsi mengalami pemerataan dan
pertumbuhan yang signifikan. Pergeseran sistem yang penulis jelaskan, diamini
oleh Susan Rose-Ackerman, yang melihat kasus di Italy, Rose menjelaskan
demokratisasi dan pasar bebas bukan satu-satunya alat penangkal korupsi,
pergeseran pemerintah otoriter ke pemerintahan demokratis tidak serta merta
mampu menggusur tradisi suap-menyuap. Korupsi ada di semua sistem sosial
–feodalisme, kapitalisme, komunisme dan sosialisme. Dibutuhkan Law effort
sebagai mekanisme solusi sosial untuk menyelesaikan konflik kepentingan,
penumpuk kekayaan pribadi, dan resiko suap-menyuap. Harus ada tekanan hukum
yang menyakitkan bagi koruptor. Korupsi di Indonesia telah membawa
disharmonisasi politik-ekonomi-sosial, grafik pertumbuhan jumlah rakyat miskin
terus naik karena korupsi.
Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, praktek korupsi
makin mudah ditemukan dipelbagai bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya
nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi pilihan lebih utama
dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual
menjadi etika pribadi yang melandasi perilaku sosial sebagian besar orang.
Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro
pelayanan publik justru digunakan oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi
politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat.
Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan publik, bukan prioritas dan
orientasi yang utama. Dan dua alasan ini menyeruak di Indonesia, pelayanan
publik tidak pernah termaksimalisasikan karena praktik korupsi dan
demokratisasi justru memfasilitasi korupsi. Korupsi dan Ketidakpastian
Pembangunan Ekonomi Pada paragraf awal penulis jelaskan bahwa korupsi selalu
mengakibatkan situasi pembangunan ekonomi tidak pasti. Ketidakpastian ini tidak
menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sehat. Sektor swasta
sulit memprediksi peluang bisnis dalam perekonomian, dan untuk memperoleh
keuntungan maka mereka mau tidak mau terlibat dalam konspirasi besar korupsi
tersebut. High cost economy harus dihadapi oleh para pebisnis, sehingga para
investor enggan masuk menanamkan modalnya disektor riil di Indonesia, kalaupun
investor tertarik mereka prepare menanamkan modalnya di sektor financial di
pasar uang.
Salah satu elemen
penting untuk merangsang pembangunan sektor swasta adalah meningkatkan arus
investasi asing (foreign direct investment). Dalam konteks ini korupsi sering
menjadi beban pajak tambahan atas sektor swasta. Investor asing sering
memberikan respon negatif terhadap hali ini(high cost economy). Indonesia dapat
mencapai tingkat investasi asing yang optimal, jika Indonesia terlebih dahulu
meminimalisir high cost economy yang disebabkan oleh korupsi. Praktek korupsi
sering dimaknai secara positif, ketika perilaku ini menjadi alat efektif untuk
meredakan ketegangan dan kebekuan birokrasi untuk menembus administrasi
pemerintah dan saluran politik yang tertutup. Ketegangan politik antara
politisi dan birokrat biasanya efektif diredakan melalui praktek korupsi yang
memenuhi kepentingan pribadi masing-masing. Pararel dengan pendapat Mubaryanto,
yang mengatakan “Ada yang pernah menyamakan penyakit ekonomi inflasi dan
korupsi. Inflasi, yang telah menjadi hiperinflasi tahun 1966, berhasil diatasi
para teknokrat kita. Sayangnya sekarang tidak ada tanda-tanda kita mampu dan
mau mengatasi masalah korupsi, meskipun korupsi sudah benar-benar merebak
secara mengerikan. Rupanya masalah inflasi lebih bersifat teknis sehingga ilmu
ekonomi sebagai monodisiplin relatif mudah mengatasinya. Sebaliknya korupsi
merupakan masalah sosial-budaya dan politik, sehingga ilmu ekonomi sendirian
tidak mampu mengatasinya. Lebih parah lagi ilmu ekonomi malah cenderung tidak
berani melawan korupsi karena dianggap “tidak terlalu mengganggu pembangunan”.
Juga inflasi dianggap dapat “lebih menggairahkan” pembangunan, dapat
“memperluas pasar” bagi barang-barang mewah, yang diproduksi. “Dunia usaha
memang nampak lebih bergairah jika ada korupsi”! Apapun alasannya, korupsi
cenderung menciptakan inefisiensi dan pemborosan sektor ekonomi selalu terjadi.
Output yang dihasilkan tidak sebanding dengan nilai yang dikeluarkan, ancaman
inflasi selalu menyertai pembangunan ekonomi. GDP turun drastis, nilai mata
uang terus tergerus. Akibat efek multiplier dari korupsi tersebut. Mubaryanto
menjelaskan, Kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah keberpihakan
pemerintah pada keadilan. Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan
sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah
menghinggapi anggota-anggota legislatif di pusat dan di daerah, bahayanya harus
dianggap jauh lebih parah karena mereka (anggota DPR/DPRD) adalah wakil rakyat.
Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah” dalam berkorupsi maka tindakan ini
jelas tidak mewakili aspirasi rakyat, Jika sejak krisis multidimensi yang
berawal dari krismon 1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak pada
ekonomi rakyat (dan tidak lagi pada konglomerat), dalam bentuk program-program
pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini berarti harus ada keadilan politik.
Keadilan ekonomi dan keadilan sosial sejauh ini tidak
terwujud di Indonesia karena tidak dikembangkannya keadilan politik. Keadilan
politik adalah “aturan main” berpolitik yang adil, atau menghasilkan keadilan
bagi seluruh warga negara. Kita menghimbau para filosof dan ilmuwan-ilmuwan
sosial, untuk bekerja keras dan berpikir secara empirik-induktif, yaitu selalu
menggunakan data-data empirik dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara
teoritis saja, lebih-lebih dengan selalu mengacu pada teori-teori Barat. Dengan
berpikir empirik kesimpulan-kesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan langsung
bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil kebijakan masa sekarang.
Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika pada saat yang sama
masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar untuk makan.
Negara kaya atau miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk
memberantas praktek korup maka akan selalu mendestruksi perekonomian dalam
jangka pendek maupun panjang. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa skandal
ekonomi dan korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan makmur dan juga
terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan
berkembang seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi sering dijadikan alasan untuk
menggadaikan sumber daya alam kepada perusahaan multinasional dan Negara adi
daya yang didalamnya telah terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundit-pundi
harta bagi kepentingan politik dan pribadi maupun kelompoknya.
C.
Korupsi dan Desentralisasi
Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan perubahan
paling mencolok setelah reformasi digulirkan. Desentralisasi di Indonesia oleh
banyak pengamat ekonomi merupakan kasus pelaksanaan desentralisasi terbesar di
dunia, sehingga pelaksanaan desentralisasi di Indonesia menjadi kasus menarik
bagi studi banyak ekonom dan pengamat politik di dunia.
Kompleksitas
permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah terkuangnya
sebagian kasus-kasus korupsi para birokrat daerah dan anggota legislatif
daerah. Hal ini merupakan fakta bahwa praktek korupsi telah mengakar dalam
kehidupan sosial-politik-ekonomi di Indonesia. Pemerintah daerah menjadi salah
satu motor pendobrak pembangunan ekonom praktek korup. Akibat itu semua,
kemiskinan meningkat karena lapangan pekerjaan menyempit dan pembangunan
ekonomi di daerah terhambat. Boro-boro memacu PAD. Terdapat beberapa bobot yang
menentukan daya saing investasi daerah. Pertama, faktor kelembagaan. Kedua,
faktor infrastruktur. Ketiga, faktor sosial – politik. Keempat, faktor ekonomi
daerah. Kelima, faktor ketenagakerjaan. Hasil penelitian Komite Pemantauan
Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menjelaskan pada tahun 2002 faktor
kelembagaan, dalam hal ini pemerintah daerah sebagi faktor penghambat terbesar
bagi investasi hal ini berarti birokrasi menjadi faktor penghambat utama bagi
investasi yang menyebabkan munculnya high cost economy yang berarti praktek
korupsi melalui pungutan-pungutan liar dan dana pelicin marak pada awal pelaksanaan
desentralisasi atau otonomi daerah tersebut. Dan jelas ini menghambat tumbuhnya
kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan di daerah karena korupsi di
birokrasi daerah. Namun, pada tahun 2005 faktor penghambat utama tersebut
berubah. Kondisi sosial-politik dominan menjadi hambatan bagi tumbuhnya
investasi di daerah.
Pada tahun 2005 banyak daerah melakukan pemilihan kepala
daerah (Pilkada) secara langsung yang menyebabkan instabilisasi politik di
daerah yang membuat enggan para investor untuk menanamkan modalnya di daerah.
Dalam situasi politik seperti ini, investor lokal memilih menanamkan modalnya
pada ekspektasi politik dengan membantu pendanaan kampanye calon-calon kepala
daerah tertentu, dengan harapan akan memperoleh kemenangan dan memperoleh proyek
pembangunan di daerah sebagai imbalannya. Kondisi seperti ini tidak akan
menstimulus pembangunan ekonomi, justru hanya akan memperbesar pengeluaran
pemerintah (government expenditure) karena para investor hanya mengerjakan
proyek-proyek pemerintah tanpa menciptakan output baru diluar pengeluaran
pemerintah (biaya aparatur negara). Bahkan akan berdampak pada investasi diluar
pengeluaran pemerintah, karena untuk meningkatkan PAD-nya mau tidak mau
pemerintah daerah harus menggenjot pendapatan dari pajak dan retrebusi melalui
berbagai Perda (peraturan daerah) yang menciptakan ruang bagi praktek korupsi.
Titik tolak pemerintah daerah untuk memperoleh PAD yang tinggi inilah yang
menjadi penyebab munculnya high cost economy yang melahirkan korupsi tersebut
karena didukung oleh birokrasi yang njelimet.
Seharusnya titik tolak pemerintah daerah adalah pembangunan
ekonomi daerah dengan menarik investasi sebesar-besarnya dengan merampingkan
birokrasi dan memperpendek jalur serta jangka waktu pengurusan dokumen usaha,
serta membersihkan birokrasi dari praktek korupsi. Peningkatan PAD (Pendapatan
Asli Daerah), pengurangan jumlah pengangguran dan kemiskinan pasti mengikuti.
D.
Memberantas Korupsi demi Pembangunan Ekonomi
Selain menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi juga
menghambat pengembangan sistem pemerintahan demokratis. Korupsi memupuk tradisi
perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau kelompok, yang mengesampingkan
kepentingan publik. Dengan begitu korupsi menutup rapat-rapat kesempatan rakyat
lemah untuk menikmati pembangunan ekonomi, dan kualitas hidup yang lebih baik.
Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi di Indonesia. Pertama, mulai
dari meningkatkan standar tata pemerintahan – melalui konstruksi integritas
nasional. Tata pemerintahan modern mengedepankan sistem tanggung gugat, dalam
tatanan seperti ini harus muncul pers yang bebas dengan batas-batas
undang-undang yang juga harus mendukung terciptanya tata pemerintah dan
masyarakat yang bebas dari korupsi. Demikian pula dengan pengadilan. Pengadilan
yang merupakan bagian dari tata pemerintahan, yudikatif, tidak lagi menjadi
hamba penguasa. Namun, memiliki ruang kebebasan menegakkan kedaulatan hukum dan
peraturan. Dengan demikian akan terbentuk lingkaran kebaikan yang memungkin
seluruh pihak untuk melakukan pengawasan, dan pihak lain diawasi. Namun, konsep
ini penulis akui sangat mudah dituliskan atau dikatakan daripada dilaksanakan.
Setidaknya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membangun pilar-pilar
bangunan integritas nasional yang melakukan tugas-tugasnya secara efektif, dan
berhasil menjadikan tindakan korupsi sebagai perilaku yang beresiko sangat tinggi
dengan hasil yang sedikit.
Konstruksi integritas nasional, ibarat Masjidil Aqsha yang
suci yang ditopang oleh pilar-pilar peradilan, parlemen, kantor auditor-negara
dan swasta, ombudsman, media yang bebas dan masyarakat sipil yang anti korupsi.
Diatas bangunan nan suci itu ada pembangunan ekonomi demi mutu kehidupan yang
lebih baik, tatanan hukum yang ideal, kesadaran publik dan nilai-nilai moral
yang kokoh memayungi integritas nasional dari rongrongan korupsi yang
menghambat pembangunan yang paripurna. Kedua, hal yang paling sulit dan
fundamental dari semua perlawanan terhadap korupsi adalah bagaimana membangun
kemauan politik (political will). Kemauan politik yang dimaksud bukan hanya
sekedar kemauan para politisi dan orang-orang yang berkecimpung dalam ranah
politik. Namun, ada yang lebih penting sekedar itu semua. Yakni, kemauan
politik yang termanifestasikan dalam bentuk keberanian yang didukung oleh
kecerdasan sosial masyarakat sipil atau warga Negara dari berbagai elemen dan
strata sosial. Sehingga jabatan politik tidak lagi digunakan secara mudah untuk
memperkaya diri, namun sebagai tangggung jawab untuk mengelola dan bertanggung
jawab untuk merumuskan gerakan mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang
baik. Biasanya resiko politik merupakan hambatan utama dalam melawan gerusan
korupsi terhadap pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu, mengapa
kesadaran masyarakat sipil penting?.
Dalam tatanan pemerintahan yang demokratis, para politisi
dan pejabat Negara tergantung dengan suara masyarakat sipil. Artinya kecerdasan
sosial-politik dari masyarakat sipil-lah yang memaksa para politisi dan pejabat
Negara untuk menahan diri dari praktek korupsi. Masyarakat sipil yang cerdas
secara sosial-politik akan memilih pimpinan (politisi) dan pejabat Negara yang
memiliki integritas diri yang mampu menahan diri dari korupsi dan merancang
kebijakan kearah pembangunan ekonomi yang lebih baik. Melalui masyarakat sipil
yang cerdas secara sosial-politik pula pilar-pilar peradilan dan media massa
dapat diawasi sehingga membentuk integritas nasional yang alergi korupsi.
Ketika Konstruksi Integritas Nasional berdiri kokoh dengan payung kecerdasan
sosial-politik masyarakat sipil, maka pembangunan ekonomi dapat distimulus
dengan efektif. Masyarakat sipil akan mendorong pemerintah untuk memberikan
pelayanan publik yang memadai.masyarakat sipil pula yang memberi ruang dan
menciptakan ruang pembangunan ekonomi yang potensial. Masyarakat melalui para
investor akan memutuskan melakukan investasi yang sebesar-besarnya karena
hambatan ketidakpastian telah hilang oleh bangunan integritas nasional yang
kokoh. Jumlah output barang dan jasa terus meningkat karena kondusifnya iklim
investasi di Indonesia, karena kerikil-kerikil kelembagaan birokrasi yang
njelimet dan korup telah diminimalisir, kondisi politik stabil dan terkendali
oleh tingginya tingkat kecerdasan sosial-politik masyarakat sipil.
Para investor mampu membuat prediksi ekonomi dengan
ekspektasi keuntungan tinggi. Sehingga dengan begitu pembangunan ekonomi akan
memberikan dampak langsung pada pengurangan jumlah pengangguran dan masyarakat
miskin, peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) masing-masing daerah, peningkatan
GDP dan pemerintah akan mampu membangun sisten jaminan sosial warganya melalui
peningkatan kualitas pendidikan dan layanan kesehatan yang memberikan dampak
langsung pada peningkatan kecerdasan masyarakatsipil.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Merangkai kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksanakan rangkaian kata dalam bentuk gerakan terkadang teramat sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi nan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama menjadi wabah yang tidak pernah kunjung selesai, karena pembunuhan terhadap wabah tersebut tidak pernah tepat sasaran ibarat “ yang sakit kepala, kok yang diobati tangan “. Pemberantasan korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh menarik simpati. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi dan membuat keputusan politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di Indonesia. Tidak mudah memang.
Merangkai kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksanakan rangkaian kata dalam bentuk gerakan terkadang teramat sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi nan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama menjadi wabah yang tidak pernah kunjung selesai, karena pembunuhan terhadap wabah tersebut tidak pernah tepat sasaran ibarat “ yang sakit kepala, kok yang diobati tangan “. Pemberantasan korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh menarik simpati. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi dan membuat keputusan politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di Indonesia. Tidak mudah memang.
B.
Saran
Dengan demikian pemberantasan korupsi harus benar-benar di perhatikan oleh pemerintah supaya tidak menimbulkan kerugian yang semakin besar bagi masyarakat Indonesia.
Dengan demikian pemberantasan korupsi harus benar-benar di perhatikan oleh pemerintah supaya tidak menimbulkan kerugian yang semakin besar bagi masyarakat Indonesia.
DAFTAR.PUSTAKA
Bahan Bacaan Akhiar Salmi,2006,“Memahami UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, MPKP, FE,U
Bahan Bacaan Akhiar Salmi,2006,“Memahami UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, MPKP, FE,U
Culla,Rekontruksi
Civil Society Wacana dan Aksi ornop di Indonesia,Jakarta : LP3S,2006I.
Gramedia Hikmahanto Juwana, 2006, “ Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia”, MPKP, FE.UI.
Gramedia Hikmahanto Juwana, 2006, “ Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia”, MPKP, FE.UI.
Jeremy Pope,”
Confronting Corruption: The Element of National Integrity System”,
Mubaryanto,
Artikel, “ Keberpihakan dan Keadilan”,
Jurnal Ekonomi Rakyat, UGM, 2004
DAFTAR PUSTAKA
Culla,Rekontruksi Civil Society Wacana dan Aksi
ornop di Indonesia,Jakarta : LP3S,2006.
Hikum
Muhammad As.,1999. Demokrasi dan Civil
Society, cet. Ke 2,Jakarta : LP3S
Klitgaard,
Robert,Controlling Corruption,,Membasmi Korupsi, Cet. 2, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2001.
Lubis, Mochtar dan James C. Scott,Bunga
Rampai Korupsi.Cet. ke-3 Jakarta:LP3ES, 1995.
Syirkah
maktabah Matba’ah, t.th.Ilyas, H. Yunahar, Dkk,Yogyakarta:LP3 UMY, Partnership:
Governance Reform in Indonesia, KoalisiAntarumat Beragama untuk Antikorupsi, 2004.
Comments