PELANGGARAN HAM PADA MASA ORDE BARU
KATA PENGANTAR
Bismilahirahmanirahim.
Puji dan syukur kita
panjatkan kekhadirat Allah Swt yang telah memberikan taufik dan hidayahNya
kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Shalawat serta salam semoga tercurahlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, para sahabatnya,
tabiuttabiin, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selau umatnya. Amin.
Seiring dengan berakhirnya
penyusunan makalah ini, sepantasnyalah penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah turut membantu penyusun dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari masih
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu peyusun
berharap adanya kritik dan saran yang membangun. Penyusun berharap kiranya
makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun maupun pembaca dan mudah-mudahan
makalah ini dijadikan ibadah di sisi Allah Swt. Amin.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hak Asasi Manusia
B.
Masa
Orde Baru
C.
Penegakan
HAM pada Orde Baru
D. Pelanggaran HAM pada Orde Baru
E. Periode Reformasi
F. Penegakan HAM pada Masa Reformasi
G. Beberapa Pelanggaran HAM pada Masa
Reformasi
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak dasar yang melekat pada diri
manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha
Esa . Hak asasi manusia meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak
mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak-hak berkomunikasi, hak
keamanan, dan hak kesejahteraan yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh
siapapun. Demikianlah rumusan hak asasi manusia sebagaimana tertuang pada
pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia vide Tap MPR No.XVII/MPR/1998 .
Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia yang isinya dikutip di atas dibuat di
di tahun yang sama ketika pelanggaran HAM berat yang terjadi di tanah air.
Kerusuhan 13-15 Mei 1998 meletus di beberapa kota. Ribuan jiwa meninggal,
puluhan perempuan diperkosa dan harta benda hilang. Pada tanggal 13-14 November
1998 terjadi pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang
Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini dikenal sebagai tragedi Semanggi I .
Prahara pada tahun 2008 tersebut menjadi peristiwa bersejarah yang membawa
Indonesia pada babak baru perjalanan bangsa. Peristiwa ini tak dapat dipisahkan
dari rangkaian krisis moneter yang telah berlangsung sejak juli 1997 yang
dimulai dari Thailand dan menyebar kebeberapa negara lain termasuk di Indonesia
dan Korea Selatan. Penjarahan dan pembakaran berbagai fasilitas umum
terjadi dimana-mana. Pembunuhan yang disertai tindakan yang biadab seperti pemerkosaan
terhadap etnis tertentu terjadi diberbagai daerah. Keadaan di ibukota negara
Jakarta mencekam begitu juga yang terjadi di daerah-daerah seluruh Indonesia.
Salah satu tuntutan yang kemudian muncul pada saat itu adalah turunkan Soeharto
dan adili para kroni-kroninya yang dianggap telah bersalah kepada rakyat. Kerusuhan
yang berlangsung beberapa hari tersebut telah banyak memakan korban jiwa dan
materi.
Bila dibandingkan dengan kerusuhan-kerusuhan sebelumnya kerusuhan Mei
1998 merupakan kerusuhan terburuk yang pernah terjadi di Indonesia. Dalam
kerusuhan tersebut, menurut TPGF, korban meninggal sebanyak 1.217 orang,
luka-luka 91 orang, dan hilang 31 orang . untuk menghindari adanya korban jiwa
dan materi yang semakin banyak, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00
Presiden Soeharto membacakan pidato tentang pengunduran dirinya dan secara
konstitusional memberikan jabatan presiden kepada Wakil Presiden BJ
Habibie untuk melanjutkan tampuk kekuasaan di Indonesia.
Dari
pemerintahan Presiden Habibie inilah kemudian reformasi digulirkan dengan
agenda-agenda perbaikan di berbagai bidang kehidupan beebangsa baik
sosial, politik, ekonomi, pendidikan maupun pertahanan dan keamanan.
Masa pemerintahan Presiden BJ Habibie menjadi titik tonggak dimulainya reformasi. Reformasi tersebut menggenggam agenda besar untuk mengembalikan hak-hak rakyat yang telah lama dirampas pada masa Orde Baru. Salah satu agenda utama reformasi adalah penegakkan HAM, yang meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak-hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan. Dalam agenda itulah reformasi digulirkan hingga saat ini .
Masa pemerintahan Presiden BJ Habibie menjadi titik tonggak dimulainya reformasi. Reformasi tersebut menggenggam agenda besar untuk mengembalikan hak-hak rakyat yang telah lama dirampas pada masa Orde Baru. Salah satu agenda utama reformasi adalah penegakkan HAM, yang meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak-hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan. Dalam agenda itulah reformasi digulirkan hingga saat ini .
B. Rumusan
Masalah
Melihat masih banyaknya kekerasan dan pelanggaran HAM pasca reformasi,
secara subjektif kita boleh berpendapat bahwa agenda reformasi tersebut masih
jauh dari cita-cita. Bahkan, dalam beberapa aspek, tidak tampak adanya
perubahan yang berarti dalam kaitannya dengan penegakkan HAM. Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan dijabarkan pelaksanaan penegakan HAM yang terjadi sejak
masa reformasi dibandingkan dengan pelaksanaan penegakan HAM pada masa Orde
Baru. Pertanyaannya adalah apakah terjadi perubahan yang berarti ke arah yang
positif terhadap penegakan HAM di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hak Asasi Manusia
Hak-hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia karena martabatnya
sebagai manusia dan bukan diberikan oleh masyarakat atau negara. Semua
manusia sebagai manusia memiliki martabat dan derajat yang sama dan dengan
demikian memiliki hak-hak dan kewajiban- kewajiban yang sama. Menurut Szabo
tujuan hak asasi manusia adalah memepertahankan hak-hak manusia dengan sarana
kelembagaan terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh aparat Negara
dan pada waktu yang bersamaan mendorong perkembangan pribadi manusia yang
multidimensional. ( Szabo, dlm. Vasak, Unesco Courier, 1997, vol.1, hal 11.)
Dalam kaitannya dengan pengertian atau notion HAM dapat dibedakan antara
an mordefinisi yuridis, politis, ddalam deklarasi politik adalah Deklarasi umum
hak-hak asasi yang diterima pada bulan Desember 1948. Tidak ada perbedaan
hakiki antara UUD 1945, Ketetapan no.II/MPR/1978 disatu pihak dan Deklarasi
Universal HAM, yang ditetapkan oleh PBB. Namun, secara de facto para pendiri
bangsa ( Founding Father) yang merumuskan UUD 1945 tidak mau memasukkan apa
yang termuat dalam Deklarasi Universal karena apa yang termuat didalamnya
dirasa tidak sesuai dengan watak ideologi bangsa Indonesia.
HAM sebagaimana yang dipahami didalam dokumen-dokumen hak asasi manusia yang
muncul pada abad ke-20 seperti Deklarasi Universal, mempunyai sejumlah cirri
menonjol. Pertama, supaya kita tidak kehilangan gagasan yang sudah tegas
sebagai hak. Kedua, hak-hak ini dianggap universal, yang dimiliki oleh manusia
semata-mata karena ia adalah manusia. Salah satu ciri khusus dari hak asasi
manusia yang berlaku sekarang adalah bahwa hak itu merupakan hak
internasional. Ketiga, hak asasi manusia dianggap ada dengan sendirinya, dan
tidak bergantung pada pengakuan dan penerapannya didalam system adat atau
system hukum dinegara-negara tertentu. Keempat, hak asasi manusia dipandang
norma-norma yang penting, dimana dalam deklarasi itu adalah sesuatu yang oleh
para filsuf disebut sebagai prima facie right. Kelima, hak-hak ini
mengimplikasikan kewajiban bagi individu maupun pemerintah.
Secara
eksplisit hak-hak asasi dalam UUD 1945 itu sebagai hak-hak warga Negara dalam
pasal-pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33, dan tentu saja dalam Pembukaan UUD
1945. Di masa orde baru, semangat dan jiwa yang bertekad untuk melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen mendorong pengurus
MPRS untuk mengadakan langkah-langkah guna membenahi dan menanggulangi
pelanggaran-pelanggaran terhadap HAM yang dilakukan oleh G 30 S/PKI.
Hak-hak warga Negara di Indonesia diakui dan dijunjung tinggi tetapi
dalam kerangka solidaritas Indonesia, dalam konteks gotong royong.
Masalah-masalah yang tumbuh berkisar HAM di Indonesia cukup kompleks, baik
secara teoritis maupun yuridis terdapat tiga macam pandangan:
Kelompok yang
pertama berpendirian : Indonesia dengan ideology Pancasila menjunjung tinggi
kemanusiaan, keadilan, dan peradaban. Kecuali itu UUD 1945 secara eksplisit
menjamin sejumlah hak fundamental untk para warga Negara.
Kelompok yang
kedua : Menentang HAM, sebab menurut mereka HAM menyusahkan penyelenggara
pemerintahan yang beriktikad baik.
Kelompok yang
ketiga: Mempertahankan HAM, mereka menunjukkan adanya fakta yang membuktikan
adanya pelanggaran terhadap HAM. Mereka berusaha menyadarkan rakyat akan
hak-hak fundamental mereka.
Menurut Prof. Padmo Wiyono suatu hak kemanusiaan sebenarnyja baru menjadi
permasalahan apabila seseorang berada dalam lingkungan manusia lainnya. Rumusan
hak-hak manusia dikaitkan dengan hasrat bangsa Indonesia untuk membangun Negara
yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan
kemanusiaan. HAM oleh suatu Negara diakui secara hukum dapat dirumuskan dan
dibagi menjadi dua kategori:
Hak-hak yang
hanya dimiliki oleh para warga Negara dari Negara yang bersangkutan ( hak-hak
warga Negara).
Hak- hak yang
pada dasarnya dimiliki semua yang berdomisili di Negara yang bersangkutan.
B. Masa
Orde Baru
Sejak PKI berhasil ditumpas, Presiden Soekarno belum bertindak tegas
terhadap G 30 S/PKI. Hal ini menimbulkan ketidaksabaran di kalangan mahasiswa
dan masyarakat. Pada tanggal 26 Oktober 1965 berbagai kesatuan aksi seperti
KAMI, KAPI, KAGI, KASI, dan lainnya mengadakan demonsrasi. Mereka membulatkan
barisan dalam Front Pancasila. Dalam kondisi ekonomi yang parah, para
demonstran menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Oleh karena itu presiden
memberi mandat kepada Letjen Soeharto untuk memulihkan keadaan dan kewibawaan
pemerintah. Mandat itu dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret
(Supersemar). Keluarnya Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya Orde Baru
.
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di
Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat “koreksi total” atas
penyimpangan yang dilakukan Orde Lama Soekarno. Orde Baru tersebut berlangsung
dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia
berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di
negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga
semakin melebar. Dalam beberapa aspek, HAM terjamin. Tetapi dalam beberapa
aspek lainnya, HAM tidak dilindungi.
C. Penegakan
HAM pada Orde Baru
Orde Baru membawa banyak perubahan positif pada penegakan HAM.
Perubahan-perubahan tersebut antara lain menyangkut aspek politik, ekonomi, dan
pendidikan.
a. Politik
Salah satu kebijakan politik yang mendukung persamaan
HAM terhadap masyarakat Indonesia di dunia internasional adalah didaftarkannya
Indonesia menjadi anggota PBB lagi pada tanggal 19 September 1966. Dengan
mendaftarkan diri sebagai anggota PBB, hak asasi manusia Indonesia diakui
persamaannya dengan warga negara di dunia. Ini menjadi langkah yang baik untuk
membawa masyarakat Indonesia pada keadilan dan kemakmuran.
b. Ekonomi
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi
sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur
administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi
didikan Barat. Dalam hal ekonomi, masyarakat mendapatkan hak-hak mereka untuk
mendapatkan hidup yang layak. Program transmigrasi, repelita, dan swasembada
pangan mendorong masyarakat untuk memperoleh kemakmuran dan hak hidup secara
layak.
c.
Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, masa Orde Baru menampilkan
kinerja yang positif. Pemerintah Orde Baru bisa dianggap sukses memerangi buta
huruf dengan beberapa program unggulan, yaitu gerakan wajib belajar dan gerakan
nasional orang tua asuh (GNOTA). Dengan demikian, masyarakat Indonesia
mendapatkan hak asasinya untuk mendapatkan pendidikan.
D. Pelanggaran
HAM pada Orde Baru
Harus diakui pada masa Orde Baru dari segi pembangunan fisik memang ada
dan keamanan terkendali, tetapi pada masa Orde Baru demokrasi tidak ada,
kalangan intelektual dibelenggu, pers di daerah di bungkam, KKN dan pelanggaran
HAM terjadi di mana-mana . Secara garis besar ada lima keburukan Orde Baru,
yaitu: kekuasaan pemerintah yang absolut, rendahnya transparansi pengelolaan
negara, lemahnya fungsi lembaga perwakilan rakyat, hukum yang diskriminatif,
dan dan lemahnya perlindungan HAM.
a. kekuasaan
pemerintah yang absolute
Suharto, presiden Republik Indonesia ke-2, menduduki
tahta kepresidenan Indonesia selama 32 tahun. Itu berarti, Suharto telah
memenangkan sekitar enam kali pemilihan umum (Pemilu). Pada waktu itu,
kekuasaan Suharto didukung oleh partai Golongan Karya yang dibayang-bayangi
oleh Partai Demokasi Indonesia dan Partai Persatuan Pembangunan. Tampak jelas
dalam pemerintahan Suharto di mana pemerintahan dijalankan secara absolut.
Presiden Suharto mengkondisikan kehidupan politik yang sentralistik untuk
melanggengkan kekuasaan. Salah satu hak sebagai warga negara untuk mendapatkan
kedudukan dalam pemerintahan menjadi hak yang sulit didapatkan tanpa melakukan
kolusi dan nepotisme.
b. rendahnya
transparansi pengelolaan
Rendahnya transparansi pengelolaan negara juga menjadi
salah satu keburukan pemerintahan Orde Baru. Transparansi merupakan bentuk
kredibilitas dan akuntabilitasnya. Suatu undang-undang tidak mengikat jika
tidak diundangkan melalui lembaran negara. Suatu sidang pengadilan dianggap
tidak sah apabila tidak dibuka untuk umum. Penelitian yang dilakukan oleh
lembaga peneliti yang menyangkut kepentingan masyarakat harus dipublikasikan.
Pada masa Orde Baru, hak penyiaran dikekang. Berita-berita televisi dan surat
kabar tidak boleh membicarakan keburukan-keburukan pemerintahan, kritik
terhadap pemerintah, dan berita-berita yang dapat mengganggu stabilitas dan
keamanan nasional.
Keuangan negara juga menjadi rahasia internal
pemerintahan. Hutang negara menjadi terbuka jelas pun saat krisis dunia
melanda. Indonesia tidak mampu membayar hutang luar negeri yang
bertumpuk-tumpuk. Lebih dari itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
yang menurun tajam memaksa perusahaan-perusahaan memecat sebagian karyawannya
untuk mengurangi biaya produksi. Bahkan, banyak perusahaan tumbang dan gulung
tikar karena negara tidak mampu membayar hutang luar negeri. Bila dirunut lebih
dalam, semua itu berakar dari rendahnya transparasi pemerintah terhadap
masyarakat.
c. Lemahnya
fungsi lembaga perwakilan rakyat
Lemahnya fungsi lembaga perwakilan rakyat menjadi salah
satu keburukan Orde Baru. Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan
Rakyat menjadi semacam boneka yang dikendalikan oleh pemimpin negara. Dalam hal
ini, aspirasi-aspirasi dan keinginan rakyat tidak mampu diwujudkan oleh
pemerintah. Program-program pemerintah seperti LKMD, Inpres desa tertinggal,
dan seterusnya, menjadi semacam program penjinakan yang dilakukan oleh penguasa
agar rakyat miskin tidak berteriak menuntut hak-hak mereka.
d. Hukum
yang diskriminatif
Hukum yang diskriminatif menjadi keburukan Orde Baru
selanjutnya. Hukum hanya berlaku bagi masyarakat biasa atau masyarakat menengah
ke bawah. Pejabat dan kelas atas menjadi golongan yang kebal hukum. Hak
masyarakat untuk mendapatkan perlakukan yang sama di depan hukum menjadi hal
yang sangat langka. Hak asasi sosial dilanggar oleh pemerintah.
Beberapa kekurangan sistem orde baru dapat dirangkum dengan enam poin, yaitu:
Beberapa kekurangan sistem orde baru dapat dirangkum dengan enam poin, yaitu:
semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme, pembangunan
Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat
dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot
ke pusat, munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan
pembangunan, terutama di Aceh dan Papua, kecemburuan antara penduduk setempat
dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar
pada tahun-tahun pertamanya, bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan
pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin), kritik dibungkam dan
oposisi diharamkan, kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran
dan majalah yang dibreidel, penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan,
antara lain dengan program “Penembakan Misterius” (petrus), dan tidak ada
rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya).
Perlindungan HAM dalam Orde Baru memang dirasa masih lemah. Berita
mengenai penembakan misterius terhadap musuh-musuh negara —-termasuk
teroris, menjadi catatan hitam Orde Baru. Diskriminasi terhadap hak-hak asasi
kaum minoritas dan Chinese pun menjadi pelanggaran HAM yang tidak bisa
dilupakan. Meski demikian, Orde Baru memperlihatkan peran yang besar untuk
menjaga stabilitas nasional. Stabilitas nasional ini memungkinkan negara untuk
menjaga terlaksananya pelaksanaan perlindungan HAM bagi masyarakat.
E. Periode
Reformasi
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter
tahun 1997 . Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring
dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin
merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan
sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul
demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran
adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.
Periode Reformasi diawali dengan pelengseran Soeharto dari kursi Presiden
Indonesia oleh gerakan reformasi. Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan
jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai
berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
F. Penegakan
HAM pada Masa Reformasi
Orde reformasi membawa banyak perubahan ke arah yang lebih baik. Beberapa
perubahan positif yang dibawa oleh reformasi pada periode jabatan presiden B.J.
Habibie adalah:
a. Kebijakan
dalam bidang politik
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima
paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih
demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.
·
UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
·
UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
·
UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan
Kedudukan DPR/MPR.
Kebijakan dalam bidang politik ini membawa pengaruh pada tata politik yang adil. Hak warga negara untuk mendapatkan kedudukan di bidang politik dan pemerintahan menjadi terbuka. DPR dan MPR mulai berfungsi dengan baik sebagai aspirasi rakyat untuk memperoleh hak-hak mereka.
Kebijakan dalam bidang politik ini membawa pengaruh pada tata politik yang adil. Hak warga negara untuk mendapatkan kedudukan di bidang politik dan pemerintahan menjadi terbuka. DPR dan MPR mulai berfungsi dengan baik sebagai aspirasi rakyat untuk memperoleh hak-hak mereka.
b. Kebijakan
dalam bidang ekonomi
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama
dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perbankan menjadi sektor yang penting
untuk menjaga stabilitas ekonomi. Masalah utang negara dan inflasi menyebabkan
masyarakat tidak berdaya untuk memperoleh kehidupan yang layak. Bank Indonesia
menjadi pusat keuangan negara untuk mengatur aliran uang demi stabilitas
ekonomi rakyat.
c. Kebebasan
menyampaikan pendapat dan pers
Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai
terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari
berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara
terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat,
kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan
cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP). Dengan
pers, masyarakat dapat menyerukan aspirasi mereka. Hak masyarakat untuk
mendapatkan informasi secara jelas dan terbuka pun mulai dibuka.
d. Pelaksanaan
Pemilu
Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil
diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang
demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain
masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha
Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah
Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur.
Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah
pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas
rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia.
Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama
Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao
dari Partai Fretilin.
G. Beberapa
Pelanggaran HAM pada Masa Reformasi
Sekalipun terdapat berbagai pembenahan, di masa reformasi masih terjadi
banyak pelanggaran HAM. Dalam beberapa hal, HAM sudah cukup ditegakkan. Tetapi
dalam beberapa hal lain, pelanggaran HAM justru semakin marak setelah
masa reformasi berlangsung. Berikut ini adalah beberapa kasus pelanggaran HAM
yang terjadi pada masa reformasi.
a. Kebijakan
Yang Anti Rakyat Miskin
Dalam pelaksanaan hak asasi manusia, khususnya hak
ekonomi sosial dan budaya, kinerja pemerintah sangat lemah. Pemahaman aparat
pemerintah terhadap hak asasi, baik di lembaga eksekutif – termasuk
aparat penegak hukum maupun di lembaga legislatif menjadi hambatan utama bagi
pelaksanaan instrumen-instrumen HAM internasional yang sudah diratifikasi.
Pemahaman yang lemah terhadap hak asasi manusia, dan lemahnya komitmen untuk
menjalankan kewajiban menghormati, melindungi, dan memenuhi hak telah berdampak
pada meluasnya pelanggaran HAM, khususnya terhadap warga yang lemah secara
ekonomi, sosial dan politik. Ini diperparah dengan kebijakan/strategi ekonomi
pasar yang pro-modal kuat yang telah membawa dua dampak di bidang aturan
hukum/perundangan. Pertama, aturan hukum telah diskriminatif terhadap kaum
miskin dan secara sistematis menghilangkan hak-hak dasar kaum miskin; Kedua,
diabaikannya/ tidak dijalankannya hukum dan peraturan yang secara substansial
berpihak pada kelompok miskin
b. Meningkatnya
Pengangguran dan Masalah Perburuhan
Di antara regulasi yang disusun sepanjang tahun 2000
hingga 2006, paling tidak ada tiga perundang-undangan yang selama tahun 2007
selalu mewarnai seluruh dinamika perburuhan. Perundang-undangan itu adalah UUNo
21 tahun 2000 tentang Serikat Buruh, UU No 13 tahun 2003, dan UU No. 2 tahun
2004 yang mengatur tentang PPHI. Ketiga Undang-undang itu kemudian menjadi roh
sistem perburuhan di Indonesia. Melalui UU No 13 tahun 2003, pemerintah
mengundang para investor untuk membuka lapangan kerja dengan mengurangi
“perlindungan” terhadap buruh. Tingkat upah yang tinggi di Indonesia sering
dipandang membebani kaum pengusaha sehingga mereka menuntut agar biaya tersebut
ditekan.Alih-alih mengurangi jumlah pengangguran, justru PHK massa dilegalkan.
Akibat PHK tersebut, ribuan buruh ikut menambah jumlah pengangguran.
Berdasarkan survey yang dilakukan BPS, pada bulan Oktober 2005 tingkat
pengangguran terbuka diperkirakan mencapai 11,6 juta oarang atau 10,84% dari
angkatan kerja yang ada yaitu 106,9 juta orang. Angka ini jauh lebih tinggi
700.000 dibandingkan awal tahun 2005. Kemudian pada Februari 2006 angka
pengangguran mencapai 11,10 juta orang (10,40%). Sementara itu, pada bulan
Februari 2007, jumlah pengangguran terbukti tetap masih tinggi yaitu sekitar
10,55 juta dengan tingkat pengangguran terbukamencapai 9,75%. Hingga
pertengahan tahun 2007, masih ada 60.000 kasus pemutusan hubungan kerja (PHK)
yang belum terselesaikan. Nilai pesangon dari seluruh kasus tersebut mencapai
sekitar 500 milyar rupiah. Salah satu di antaranya adalah kasus PT. Dirgantara
Indonesia (PT. DI). Selama kasus belum terselesaikan, agar tetap hidup, puluhan
ribu buruh tersebut kemudian bekerja lagi dengan sistem kerja baru yang
mencekik. Pada tahun 2007 buruh kembali diresahkan dengan Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP) yang menurutnya akan mengatasi berbagai klausul kontroversial
dalam undang-undang ketenagakerjaan tersebut. Paket rancangan tersebut berisi
dua judul RPP. Pertama, RPP tentang Perubahan Perhitungan Uang Pesangon, Uang
Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak. Kedua, RPP tentang Program
Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja (RPP Jaminan PHK). Singkatnya, paket-paket RPP
tersebut mengandung arti melestarikan sistem kontrak dan outsorcing dan
mempertegas pelegalan PHK. Dengan demikian perjuangan kaum buruh menuntut
hak-hak normatifnya akan semakin jauh dari realitas.
c. Terabaikannya
hak-hak dasar rakyat
Rubrik Fokus dalam Harian Kompas membuat deskripsi
secara detail mengenai fenomena kemiskinan paling kontemporer di negeri ini .
Ulasan Fokus ini antara lain menyebutkan bahwa pemerintah sudah semestinya
merasa malu! Sudah membangun selama 60 tahun, dibekali wilayah yang sangat luas
dan kaya sumber daya alam, iklim cuaca yang kondusif, tanah yang subur, dan
selama puluhan tahun rajin berutang miliaran dollar AS ke berbagai negara dan
lembaga internasional, kok bisa sampai rakyatnya mengalami busung lapar atau
mati kelaparan.
Dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia
seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan China, jumlah anak kurang gizi, angka
kematian bayi, angka kematian ibu, anak putus sekolah, tingkat kemiskinan,
tingkat pengangguran, tingkat pendapatan,dan berbagai indikator kesejahteraan
lainnya, lebih buruk.
Bahkan dibandingkan Vietnam pun Indonesia kalah.
Merebaknya kasus busung lapar dan sejumlah penyakit lain yang diakibatkan oleh
kemiskinan, juga menunjukkan kegagalan pemerintah memenuhi kebutuhan pangan,
sandang, dan kesehatan sebagai hak paling dasar minimum rakyat. Meskipun tidak
semua kasus malnutrisi adalah akibat faktor ekonomi, kasus busung lapar yang
mengancam sekitar 1,67 juta atau delapan persen dari total anak balita di
Indonesia diakui terkait erat dengan rendahnya daya beli dan akses masyarakat
miskin ke pangan.
Masih tingginya tingkat kelaparan di masyarakat
menunjukkan ada yang tidak beres dengan kebijakan pembangunan. Secara normatif
orientasi kebijakan pembangunan memang telah berubah. Pemenuhan hak dasar
rakyat merupakan salah satu komitmen yang tertuang dalam Strategi Pembangunan
Nasional 2004-2005. Namun pada kenyataanya, implementasi kebijakan itu hingga
sekarang sepertinya belum berubah dimana pembangunan masih menekankan pada
pertumbuhan ekonomi, dengan mengabaikan pemerataan dan keadilan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melihat seluruh kenyataan yang ada penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa HAM di Indonesia sangat memprihatinkan dan masih sangat minim
penegakannya. Sekalipun terjadi perubahan ketika bangsa Indonesia memasuki masa
reformasi, tetapi toh tidak banyak perubahan yang terjadi secara signifikan.
Banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi bisa disebabkan oleh beberapa faktor
seperti : Telah terjadi krisis moral di Indonesia, Aparat hukum yang berlaku
sewenang-wenang, Kurang adanya penegakan hukum yang benar, dan masih banyak
sebab-sebab yang lain.
Maka untuk
dapat menegakkan HAM di Indonesia perlu :
1.
Kesadaran rasa kemanusiaan yang tinggi,
2.
Aparat hukum yang bersih, dan tidak sewenang-wenang,
3.
Sanksi yang tegas bagi para pelanggara HAM, dan
4.
Penanaman nilai-ilai keagamaan pada masyarakat.
B. Saran
Penegakan HAM di Indonesia tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah
tetapi juga tanggungjawab semua umat manusia. Hak Asasi Manusia merupakan hak
kodrati manusia. Melanggar dan menciderai HAM berarti juga menciderai kasih dan
kebaikan Allah bagi umat manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Adnan Buyung
Nasution, 2006, Instrumen Internasional Pokok Hak-Hak Asasi Manusia, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Bindar
Gultom, 2010, Pelanggaran HAM dalam Hukum Keadaan Darurat di Indonesia,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Fadli Zon,
2009, Setelah politik bukan panglima sastra: polemik hadiah Magsaysay bagi
Pramoedya Ananta Toer, Jakarta: Institute for Policy Studies.
Lalu Misbah
Hidayat, 2007, Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga
Presiden : Bacharuddin Jusuf Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati
Soekarnoputri, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia, Tap MPR
No.XVII/MPR/1998.
Muljono,
Pudji (ed.), 2003, Hak Asasi Manusia (Suatu Tunjauan Teoritis dan aplikasi),
Jakarta: Restu Agung.
Puslit
Kemasyarakatan dan Kebudayaan (Indonesia), 2003, Krisis masa kini dan Orde
Baru, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Saraswati, L.
G. dan Rocky Gerung, Hak Asasi Manusia: Teori, Hukum, Kasus, 2006, Jakarta:
Filsafat-UI Press.
Sofian
Munawar Asgart, 2011, Kemiskinan, Pemiskinan, dan Demokratisasi, KOMPAS.com, 6
Juni 2011, diakses pada 9 Desember 2011 pukul 17.42.
Todung Mulya
Lubis, 2005, Jalan panjang hak asasi manusia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Universitas
Katolik Indonesia Atma Jaya, 1999, Fakta tragedi Semanggi: analisis hukum,
sosial-politik, moral, Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Comments