Makalah Penceraian
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan
saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah
ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
1.2.
Rumusan Masalah
1.3.
Tujuan
1.4.
Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Penceraian
2.2.
Hubungan
perceraian dengan ekonomi
Jenis – Jenis Perceraian
Bentuk Dan Tahapan Perceraian
Dampak Perceraian
2.3.
Faktor-faktor
penyebab perceraian
2.4.
Alasan-alasan Perceraian
menurut UU
2.5.
Tata cara untuk mengajukan gugat
cerai
BAB III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
3.2.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Perceraian merupakan suatu
proses dimana sebelumnya pasangan tersebut sudah (pasti) berusaha untuk
mempertahankannya namun mungkin jalan terbaiknya adalah suatu
"perceraian". Perlu diketahui bahwa proses perceraian di Indonesia hanya dapat dilakukan di Pengadilan
Agama (khusus untuk beragama Islam) atau di Pengadilan Negeri (khusus untuk
yang non-Islam). Pengadilan Agama untuk yang beragama Islam dan Pengadilan
Negeri untuk yang beragama non-Muslim. Indonesia merupakan negara yang masih menjunjung tinggi adat
ketimuran, dimana pernikahan dianggap sebagai sesuatu yang sakral. Namun
demikian, angka perceraian kerap melonjaktinggi di beberapa Pengadilan Agama di
Indonesia.
1.2
Rumusan masalah
Apa sajakah yang menyebabkan
perceraian berkaitan dengan ekonomi?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan kami membuat makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Memenuhi
tugas mata kuliah pengantar ekonomi keluarga
2.
Mengetahui
apa dampak perceraian
3.
Mengetahui
faktor faktor apa saja yang menyebabkan perceraian
1.4
Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini bagi kami adalah, kami
dapat mengetahui tentang akibat perceraian
dan pengertian perceraian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
Cerai Atau Talak
Talak diambil dari kata itlak, artinya melepaskan,
atau meninggalkan. Dalam istilah agama, talak adalah melepaskan ikatan
perkawinan, atau rusaknya hubungan pernikahan.
Mengutip
pendapat yang dikemukan Abdurrahman al-jaziri bahwa makna talak secara bahasa
adalah melepaskan ikatan atau mengurangi pelepasan ikatan dengan menggunakan
kata-kata tertentu. Sedangakan secara istilah al-jaziri mengatakan :
ازالة
النّكاح رفع العقد بحيث لا تحلّ له الزّوجة بعد ذلك.
Sedangakan
Sayyid Sabiq mendefinisikan talak dengan sebuah upaya untuk melepaskan ikatan
perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan itu sendiri. Dari definisi
diatas jelaslah bahwa telak merupakan sebuah lembagai yang digunakan untuk
melepaskan sebuah ikatan perkawinan. Disamping itu lembaga talak dalam Islam
juga menunjukan bahwa konsep perkawinan dalam Islam bukanlah sebuah sakramen
seperti yang terdapat dalam agama Hindu dan Budha, yakni sebuah perkawinan
tidak bisa diputuskan. Talak dalam Islam merupakan alternatif terakhir sebagai
upaya solutif terhadap persolan rumah tangga sehingga keberadaannya tidak lepas
dari persoalan-persolan yang melatar belakanginya. Seperti percekcokan yang
terjadi terus menerus, adanya nusyuz baiak yang dilakukan oleh isteri maupun
suami Adapun beberapa unsur atau rukun yang harus dipenuhi dalam talak
sebagaimana dikemukan Abdurrahman al Jaziri diantaranya, adanya suami dan
isteri, adanya sighat talak, dan adanya niat atau maksud untuk menceraikannya.
2.2.
Hubungan perceraian dengan ekonomi
Begitu Anda resmi bercerai, hidup Anda akan dimulai lagi
dari awal. Apakah akan menjadi semakin baik atau semakin buruk, semua
tergantung pada niat dan usaha Anda. Perceraian memang akan berpengaruh pada
kondisi emosional dan keadaan ekonomi keluarga.
Kehidupan ekonomi setelah bercerai dapat menjadi sulit terutama jika
saat menikah dulu, Anda hanya sebagai ibu rumah tangga. Ataupun jika Anda bekerja,
tetap saja pendapatan keluarga menjadi berkurang karena kehilangan
satu orang pencari nafkah. Bantuan keuangan atau tunjangan dari mantan suami
mungkin akan sedikit membantu namun seringkali tidak cukup untuk membiayai
kebutuhan Anda dan anak terutama untuk jangka panjang. Oleh sebab itu, Anda
harus bisa melakukan sesuatu untuk menambah penghasilan keluarga. Anda harus
bekerja entah bekerja sendiri sebagai wiraswasta, bekerja membantu saudara,
ataupun bekerja kantoran. Dengan demikian, kehidupan ekonomi setelah bercerai
dapat semakin membaik dan Anda juga bisa semakin mandiri dan tidak tergantung
pada bantuan mantan pasangan atau keluarga besar.
Perceraian akan mempengaruhi emosi pada pasangan yang
bercerai. Kesedihan, kekecewaan, dan merasa gagal seringkali menjadi emosi
dominan pada pasangan yang bercerai. Segeralah sadari bahwa keputusan bercerai
ini adalah keputusan terbaik yang telah terjadi dalam hidup Anda. Jangan
menganggap perceraian hanya kegagalan semata namun awal untuk memulai hidup
baru yang lebih baik. Bagaimanapun, Anda dan mantan pasti sudah berpikir
masak-masak mempertimbangkan alasan untuk bercerai. Untuk
mengatasi kelabilan emosi pada pasangan yang bercerai, Anda dapat sering
menghabiskan waktu bersama keluarga besar dan anak tercinta untuk mengusir rasa
sepi, Anda juga bisa melakukan banyak aktifitas di luar yang bisa membangun
sisi positif Anda.
Perceraian
menurut Undang - Undang Republik Indonesia No.1 tahun 1994 (pasal 16), terjadi
apabila antara suami-istri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan
untuk hidup rukun dalam suatu rumah tangga. Perceraian terjadi terhitung pada
saat perceraian itu dinyatakan didepan sidang pengadilan (pasal 18). Gugatan
perceraian dapat diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya pada pengadilan
dengan alasan–alasan yang dapat diterima oleh pengasilan yang bersangkutan.
Undang
Undang Perkawinan, 1974 Bab VIII, pasal 39 ayat 2 berbunyi : “ untuk melakukan
perceraian harus ada cukup alasan antara suami istri untuk tidak akan
hidup rukun sebagai suami istri”
Menurut
Undang Undang Perkawinan no. 1/ 1974, perceraian adalah keadaan terputusnya
suatu ikatan perkawinan. Ada dua macam perceraian sesuai dengan Undang Undang
Perkawinan no. 1/ 1974 pasal 39 – 41, yaitu :
-
Cerai gugat
Cerai
gugat adalah terputusnya ikatan suami istri dimana dalam hal ini sang istri
yang melayangkan gugatan cerai kepada sang suami.
-
Cerai talak
Cerai
talak adalah putusnya ikatan suami istri yang mana dalam hal ini sang
suami memberikan talak kepada sang istri.
Inversion
et. Al mendefinisikan sebagai pemutusan dan pengingkaran ikrar pernikahan
serta keseluruhan kewajiban moral, hukum dan jasmani yang tercakup didalamnya.
Perceraian adalah suatu proses yang menimbulkan pergolakan secara emosional
bagi orang-orang dewasa maupun anak-anak (Tomlinson & Keasey, 1985).
Emery
(1999) mendefinisikan perceraian sebagai peristiwa berpisahnya pasgan suami
istri atau berakhirnya suatu ikatan perkawinan karena tercapainya kat sepakat
mengenai masalah hidup bersama. Emery (1999) mengemukakan bahwa perpisahan
suami istri seringkali terjadi karena tidak bisa menyelesaikan konflik intern
yang fundamental. Kinflik yang timbul sejalan dengan umur kebersamaan suami
istri, baik masalah yang datang dari dalam atau masalah dari luar keluarga.
Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perceraian adalah putusnya hubungan
perkawinan karena kehendak kedua belah pihak, baik itu perceraian berdasarkan
secara hukum maupun perceraian dengan diam-diam. Sehingga mengakibatkan status
suami atau istri berakhir. Perceraian ini diakibatkan karena kegagalan dalam
mencapai tujuan perkawinan yang bahagia, kekal, dan sejahtera.
Jenis – Jenis Perceraian
Perceraian
berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi 2, yaitu :
-
Cerai hidup
Perceraian adalah berpisahnya pasangan
suami istri atau berakhirnya suatu ikatan perkawinan yang diakui oleh hukum
atau legal. Emery (1999) mendefinisikan perceraian hidup adalah berpisahnya
pasangan suami istri atau berakhirnya perkawinan krena tidak tercapainya kata
kesepakatan mengenai masalah hidup. Perceraian dilakukan karena tidak ada lagi
jalan lain yang ditempuh untuk menyelamatkan perkawinan mereka.
-
Cerai mati
Cerai mati merupakan meninggalnya salah
satu dari pasangan hidup dan sebagai pihak yang ditinggal harus sendiri dalam
menjalani kehidupannya (Emery, 1999). Salah satu pengalaman hidup yang paling
menyakitkan yang mungkin dihadapi oleh seseorang adalah meninggalnya pasangan
hidup yang dicintai.
Benaim
(dalam Ulfasari, 2006) mengatakan bahwa meninggalnya pasangan hidup bagi
seorang wanita akan terasa lebih menyakitkan dibanding laki-laki, karena itu
seorang laki-laki yang ditinggal mati pasangan hidupnya cenderung lebih cepat
dapat melupakan atau menyelesaikan masalah tersebut dan memilih untuk menikah
kembali. Sebaliknya bagi para wanita yang ditinggal mati suaminya biasanya akan
memiliki masalah yang lebih kompleks. Mereka harus memikirkan sumber masalah,
sumber keuangan bagi kehidupan dan juga untuk anak-anaknya.
Menurut
Newman & Newman (1984) ada empat faktor yang memberikan kontribusi terhadap
perceraian, yaitu :
a.
Usia saat menikah
b.
Di Amerika Serikat, angka perceraian
cukup tinggi diantara pasangan yang menikah sebelum usia 20 tahun.
c.
Tingkat pendapatan
Angka
perceraian di populasi yang memiliki pendapatan dan tingkat pendidikan rendah
cenderung labih tinggi dibandingkan mereka yang ada dikalangan menengah ke
atas.
d. Perbedaan
perkembangan sosio emosional diantara pasangan
Wanita dilaporkan lebih banyak mengalami stress dan problem penyesuaian diri dalam perkawinan di bandingkan laki-laki. Kepuasan dalam perkawinan juga tergantung pada kualitas-kualitas suami; seperti : stabilitas identitas maskulin, kebahagiaan dari perkawinan orangtua, tingkat pendidikan, dan status sosialnya.
Wanita dilaporkan lebih banyak mengalami stress dan problem penyesuaian diri dalam perkawinan di bandingkan laki-laki. Kepuasan dalam perkawinan juga tergantung pada kualitas-kualitas suami; seperti : stabilitas identitas maskulin, kebahagiaan dari perkawinan orangtua, tingkat pendidikan, dan status sosialnya.
e.
Sejarah keluarga berkaitan dengan
perceraian
Ada
sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga yang bercerai
cenderung mengalami perceraian dalam kehidupan rumah tangganya.
Alasan
lain yang umumnya boleh diajukan oleh suami untuk menceraikan istrinya adalah
keadaan kesehatan istri, wataknya yang malas, dan keengganannya bekerja
melayani keperluan suami. Sementara itu, alasan yang dipandang sah untuk
seorang istri agar dapat melepaskan diri dari ikatan perkawinan dengan suaminya
umumnya berupa penelantaran dirinya oleh suami, atau oleh perlakuan kejam suami
terhadap dirinya.
Konflik,
terhambatnya komunikasi, hilangnya kepercayaan dan kebencian merupakan tahapan
awal yang sangat berpengaruh dimana struktur perkawinan menjadi runtuh dan
motivasi bercerai mulai muncul (Turner & Helms, 1983).
Perkawinan
menjadi gagal antara lain karena ketidakmampuan pasangan suami istri dalam
memecahkan masalah yang dihadapi (kurang adanya komunikasi 2 arah), saling
cemburu, ketidakpuasan pelayanan suami/istri, kurang adanya saling pengertian
dan kepercayaan, kurang mampu menjalin hubungan baik dengan keluarga pasangan,
merasa kurang dengan penghasilan yang diperoleh, saling menuntut dan ingin
menang sendiri (Gunarsa, 1999).
Kehadiran pihak ketiga dalam sebuah rumah tangga menunjukkan kegagalan dalam mengembangkan dan menyempurnakan cinta antara suami istri sehingga mengakibatkan putusnya ikatan perkawinan (Hadiwardoyo, 1990).
Kehadiran pihak ketiga dalam sebuah rumah tangga menunjukkan kegagalan dalam mengembangkan dan menyempurnakan cinta antara suami istri sehingga mengakibatkan putusnya ikatan perkawinan (Hadiwardoyo, 1990).
Menurut
Fauzi (2006) alasan-alasan untuk bercerai adalah:
a.
Ketidakharmonisan dalam berumah tangga
b.
Ketidakharmonisan merupakan alasan yang
kerap dikemukakan bagi pasangan yang hendak bercerai. Ketidakhrmonisan
disebabkan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, ketidakcocokan
pandangan, krisis akhlak, perbedaan pendapat yang sulit disatukan dan
lain-lain.
c.
Krisis moral dan akhlak
d. Perceraian
juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak misalnya
kelalaian tanggung jawab baik suami maupun istri, poligami yang tidak sehat,
pengaiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya misalnya mabuk-mabukkan,
terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.
e.
Perzinahan
Terjadinya
perzinahan yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik suami
maupun istri merupakan penyebab perceraian. Di dalam hukum perkawinan
Indonesia, perzinahan dimasukkan kedalam salah satu pasalnya yang dapat mengakibatkan
berakhirnya percereaian.
f.
Pernikahan tanpa cinta
Alasan
lain yang kerap dikemukakan baik oleh suami atau istri untuk mengakhiri sebuah
perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi
adanya cinta.
Bentuk Dan Tahapan Perceraian
Perceraian
menjadi salah satu persoalan yang paling menyakitkan dan menyulitkan dalam
kehidupan seseorang. Hal ini dikarenakan perceraian menghadapkan seseorang
dengan sejumlah proses dan pengambilan keputusan yang penting.
Bohannon
(dalam Fitria, 2004) mencatat sejumlah bentuk dan tahapan perceraian yang
harus dilalui oleh seseorang, yaitu :
Perceraian
Emosional merupakan awal persoalan dari perkawinan yang mulai memburuk. Bentuk
perceraian ini adalah tahapan awal yang sangat berpengaruh dimana struktur
perkawinan menjadi runtuh dan motivasi untuk bercerai mulai muncul.
Perilaku-perilaku yang muncul diantanya adalah konflik, terhambatnya
komunikasi, hilangnya kepercayaan, dan kebencian.
Perceraian
Legal memerlukan lembaga pengaduan untuk memutuskan ikatan perkawinan. Pasangan
biasanya mengalami kelegaan, jika perceraiannya telah diputuskan secara legal
dimana berbagai ekspresi emosional akan muncul pada tahap ini.
Perceraian
Ekonomi menunjukkan pada tahap dimana pasangan telah memutuskan untuk membagi
kekayaan dan harta mereka masing-masing. Pada tahap ini seringkali dibutuhkan
seorang penengah karena biasanya Kedua pasangan menunjukkan reaksi kebencian,
kemarahan, dan permusuhan berkaitan dengan pembagian harta kekayaan.
Perceraian
antar orang tua merupakan tahapan keempat yang berkenan dengan persoalan
pengasuhan anak. Kekhawatiran dan perhaatian terhadap dampak perceraian pada
anak seringkali muncul dalam tahap ini.
Perceraian
Komunitas menunjukkan bahwa status individu dalam hubungan sosial menjadi
berubah. Banyak individu yang bercerai merasa bahwa mereka terisolasi dan
kesepain.
Perceraian
Psikis berkaitan dengan mendapatkan kembali otonomi individual. Perubahan dari
situasi yang berpasangan menjadi individu yang sendirian, membutuhkan penyesuaian
kembali peran-peran dan penyesuaian mental.
Reaksi
pertama yang dimunculkan oleh individu saat menghadapi perceraian umumnya
adalah reaksi – reaksi yang bersifat emosional. Rekasi tersebut tampak dengan
wujud penyangkalan terhadap kenyataan perceraian dan kemarahan yang memuncak
pada depresi. Individu pada akhirnya setuju untuk bercerai, hanya ketika
melihat kenyataan bahwa perceraian merupakan keputusan yang terbaik dari pada
mempertahankan perkawinan yang sudah tidak harmonis.
Berdasarkan peraturan dan hukum yang ditetapkan dan
berlaku di Indonesia mengenai perceraian, terdapat beberapa tahap cerai (Rofiq, 2000):
1)
Tahap Permohonan
a.
Penggugat mendaftarkan dan mengajukan
gugatan perceraian ke Pengadilan Agama atau ke Mahakamah Syar’iyah.
b.
Penggugat dan tergugat dipanggil oleh
Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah untuk menghadiri persidangan.
2)
Tahap Persidangan
a.
Pada pemeriksaan sidang pertama hakim
berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara
pribadi (Pasal 82 UU No.7 Tahun 1989).
b.
Apabila usaha perdamaian pertama belum
berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar menempuh proses
mediasi terlebih dahulu (Pasal 3 Ayat (1) PERMA No.2 Tahun 2003).
c.
Apabila mediasi tidak berhasil, maka
pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan, jawaban, jawab
menjawab, pembuktian dan kesimpulan. dalam tahap jawab-menjawab (sebelum
pembuktian) tergugat dapat mengajukan gugatan rekonversi atau gugatan balik
(Pasal 132a HIR,158 R. Bg).
3)
Tahap Putusan Pengadilan Agama atau
Mahkamah Syar’iyah
a.
Gugatan dikabulkan apabila tergugat
tidak puas dapat mengajukan banding melalui Penghadilan Agama atau Mahkamah
Syar’iyah.
b.
Gugatan ditolak, dan penggugat dapat mengajukan
banding melalui Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah tersebut.
c.
Gugatan tidak diterima dan penggugat
dapat mengajukan permohonan baru.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa perceraian baru
dapat dilaksanakan apabila telah dilakukan berbagai cara untuk mendamaikan
kedua belah pihak untuk tetap mempertahankan keutuhan rumah tangga pasangan
suami isteri tersebut dan ternyata tidak ada jalan lain kecuali hanya dengan
jalan perceraian.
Akibat Perceraian bagi Suami Istri
- Pasangan yang pernah hidup bersama lalu kemudian berpisah, tentu akan menjadi canggung saat bertemu kembali.
- Kebanyakan pasangan yang bercerai umumnya diawali oleh perselisihan atau permusuhan. Bila hubungan rumah tangga terputus akibat permusuhan, hal ini umumnya akan sangat merenggangkan silaturahmi di kemudian hari.
- Tak hanya diawali oleh permusuhan, pasangan yang awalnya ingin berpisah secara baik-baik pun bisa menjadi saling tidak suka akibat perceraian. Contohnya, masalah yang cukup sulit untuk diselesaikan saat bercerai adalah urusan harta atau hak asuh anak. Dalam hal ini, tak jarang pasangan suami istri yang awalnya berniat cerai baik-baik, kemudian menjadi saling bermusuhan.
- Perceraian suami istri terkadang menimbulkan trauma bagi pasangan itu sendiri. Kegagalan rumah tangga menjadi kenangan buruk dan kadang menghambat seseorang untuk kembali menikah dengan orang lain.
- Masalah perceraian adalah masalah yang sangat rumit. Hal ini bisa membuat pasangan menjadi stres dan depresi. Perasaan yang negatif seperti ini tentu sangat tidak menguntungkan, khususnya dalam hal pergaulan maupun pekerjaan.
- Kehidupan ekonomi setelah bercerai dapat menjadi sulit terutama jika saat menikah dulu, Anda hanya sebagai ibu rumah tangga. Ataupun jika Anda bekerja, tetap saja pendapatan keluarga menjadi berkurang karena kehilangan satu orang pencari nafkah
Dampak Perceraian
1.
Traumatik
Setiap
perubahan akan mengakibatkan stres pada orang yang mengalami perubahan
tersebut. Sebuah keluarga melakukan penyesuaian diri terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi, seperti pindah rumah atau lahirnya seorang
bayi dan kekacauan kecil lainnya, namun keretakan yang terjadi pada keluarga
dapat menyebabkan luka-luka emosional yang mendalam dan butuh waktu
bertahun-tahun untuk penyembuhan (Tomlinson & Keasey, 1985).
Hurlock
(1996) dampak traumatik dari perceraian biasanya lebih besar dari pada dampak
kematian, karena sebelum dan sesudah perceraian sudah timbul rasa sakit dan
tekanan emosional, serta mengakibatkan cela sosial.
Stres
akibat perpisahan dan perceraian yang terjadi menempatkan laki-laki maupun
perempuan dalam risiko kesulitan fisik maupun psikis. (Coombs & Guttman, dalam
Santrock. 2002). Laki-laki dan perempuan yang bercerai memiliki tingkat
kemungkinan yang lebih tinggi mengalami gangguan psikiatris, masuk rumah sakit
jiwa, depresi klinis, alkoholisme, dan masalah psikosomatis, seperti gangguan
tidur, dari pada orang dewasa yang sudah menikah.
Hurlock
(1996) dampak perceraian sangat berpengaruh pada anak-anak. Pada umumnya anak
yang orang tuanya bercerai merasa sangat luka karena loyalitas yang harus
dibagi dan mereka sangat menderita kecemasan karena faktor ketidakpastian
mengakibatkan terjadi perceraian dalam keluarganya. Ketidakpastian ini
khususnya akan lebih serius apabila masalah keselamatan dan pemeliharaan anak
menjadi bahan rebutan anatara ayah dan ibu, sehingga anak akan mondar mandir
antara rumah ayah dan ibu.
2.
Perubahan
Peran dan Status
Efek
yang paling jelas dari perceraian akan mengubah peranan dan status seseorang
yaitu dari istri menjadi janda dan suami menjadi duda dan hidup sendiri, serta
menyebabkan pengujian ulang terhadap identitas mereka (Schell & Hall,
1994). Baik pria mupun wanita yang bercerai merasa tidak menentu dan
kabur setelah terjadi perceraian. terutama bagi pihak wanita yang sebelum
bercerai identitasnya sangat tergantung pada suami.
Hal ini karena orang-orang yang bercerai seringkali menilai kegagalan perkawinan mereka sebagai kebebalan personal. Mereka mencoba untuk mengintegrasikan kegagalan perkawinan dengan definisi personal mereka tentang maskulinitas ataupun feminitas, kemampuan mereka dalam mencintai seseorang, dan aspirasi mereka untuk menjalankan peran sebagai suami, istri, bapak, ibu dari pada anak-anak.
Setelah bercerai baik pria maupun wanita akan terhenti dalam melakukan hubungan seksual secara rutin. Bagi pria biasanya dapat menyelesaikn masalahnya dengan menjalin hubungan seksual dengan wanita lain atau kumpul kebo. Sedangkan janda yang mempunyai anak sering kesulitan dalam menyelesaikan masalah seksualnya.
Hal ini karena orang-orang yang bercerai seringkali menilai kegagalan perkawinan mereka sebagai kebebalan personal. Mereka mencoba untuk mengintegrasikan kegagalan perkawinan dengan definisi personal mereka tentang maskulinitas ataupun feminitas, kemampuan mereka dalam mencintai seseorang, dan aspirasi mereka untuk menjalankan peran sebagai suami, istri, bapak, ibu dari pada anak-anak.
Setelah bercerai baik pria maupun wanita akan terhenti dalam melakukan hubungan seksual secara rutin. Bagi pria biasanya dapat menyelesaikn masalahnya dengan menjalin hubungan seksual dengan wanita lain atau kumpul kebo. Sedangkan janda yang mempunyai anak sering kesulitan dalam menyelesaikan masalah seksualnya.
Menurut
Campbell (dalam Schell & Hall, 1994) orang-orang yang bercerai umumnya
kurang merasa puas dengan kehidupan mereka dibandingkan dengan orang-orang yang
menikah, yang belum menikah, atau bahkan janda / duda yang ditinggal mati.
Perasaan tidak puas ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu
diantaranya, orang-orang yang bercerai seringkali menilai kegagalan perkawinan
mereka sebagai kegagalan personal.
3.
Sulitnya
Penyesuaian Diri
Kehilangan
pasangan karena kematian maupun perceraian menimbulkan masalah bagi pasangan
itu sendiri. Hal ini lebih menyulitkan khususnya bagi wanita. Wanita yang
diceraikan oleh suaminya akan mengalami kesepian yang mendalam. Bagi wanita
yang bercerai, masalah sosial lebih sulit diatasi dibandingkan bagi pria yang
bercerai. Karena wanita yang diceraikan cenderung dikucilkan dari kegiatan
sosial, dan yang labih buruk lagi seringkali ditinggalkan oleh teman-teman
lamanya. Namun jika pria yang diceraikan atau menduda akan
mengalami kekacauan pola hidup (Hurlock,1996)
Beberapa
individu, tidak pernah dapat menyesuaikan diri dengan perceraian. Individu itu
bereaksi terhadap perceraiannya dengan mengalami depresi yang sangat dan
kesedihan yang mendalam, bahkan dalam beberapa kasus, sampai pada taraf bunuh
diri. Bagaimanapun, tidak semua pasangan yang bercerai mengakhirinya dengan
permusuhan. Beberapa diantaranya masih tetap berteman dan memelihara hubungan
dengan lain pihak melalui minat yang sama terhadap anak-anaknya.
Hozman dan Froiland (dalam Hurlock, 1996) menjelaskan tentang kesulitan dan kerumitan penyesuaian diri setelah terjadi perceraian. Mereka membagi 5 tahap penyesuaian setelah terjadinya penyesuaian yaitu
Hozman dan Froiland (dalam Hurlock, 1996) menjelaskan tentang kesulitan dan kerumitan penyesuaian diri setelah terjadi perceraian. Mereka membagi 5 tahap penyesuaian setelah terjadinya penyesuaian yaitu
Menyangkal
bahwa ada perceraian,
Timbul
kemarahan dimana masing-masing individu tidak ingin saling terlibat,
Dengan
alasan pertimbangan anak mereka berusaha untuk tidak bercerai,
Mereka
mengalami depresi mental ketika mereka tahu akibat menyeluruh dari perceraian
terhadap kelurga,
Dan
akhirnya mereka setuju untuk bercerai. Dampak perceraian khususnya sangat
berpengaruh pada anak-anak. Kenyataan ini yang sering kali terlupakan oleh
pasangan yang hendak bercerai (Papalia & Diane, 2001). Perceraian
menyebabkan problem penyesuaian bagi anak-anak. Situasi perceraian ini,
khususnya jika anak-anak memandang bahwa kehidupan keluarganya selama ini
sangat bahagia, dapat menjadi situasi yang mengacaukan kognitifnya.
Masa ketika perceraian terjadi merupakan masa kritis buat anak, terutama menyangkut hubungan dengan orangtua yang tinggal bersama. Pada masa ini anak harus mulai beradaptasi dengan perubahan hidupnya yang baru. Proses adaptasi pada umumnya membutuhkan waktu. Pada awalnya anak akan sulit menerima kenyataan bahwa orang tuanya tidak bersama lagi.
Namun banyak wanita dan pria yang merasa beruntung dengan adanya perceraian, dengan pengertian bahwa perceraian tersebut memberikan kesempatan pada mereka untuk memulai hidup yang baru (Hurlock, 1996). Hetherington dan kawan-kawan (Hurlock, 1996), menjelaskan bahwa pasangan yang bercerai pada umumnya berharap tekanan dan konflik batin berkurang dapat menikmati kebebasan lebih besar dan akan menemukan kebahagiaan diri sendiri. Studi tentang akibat perceraian pada anggota keluarga membawa dampak yang sangat besar, terutama pada tahun pertama setelah perceraian kemudian bertahap akan terjadi penyesuaian terhadap berbagai masalah yang ada dalam keluarga.
Masa ketika perceraian terjadi merupakan masa kritis buat anak, terutama menyangkut hubungan dengan orangtua yang tinggal bersama. Pada masa ini anak harus mulai beradaptasi dengan perubahan hidupnya yang baru. Proses adaptasi pada umumnya membutuhkan waktu. Pada awalnya anak akan sulit menerima kenyataan bahwa orang tuanya tidak bersama lagi.
Namun banyak wanita dan pria yang merasa beruntung dengan adanya perceraian, dengan pengertian bahwa perceraian tersebut memberikan kesempatan pada mereka untuk memulai hidup yang baru (Hurlock, 1996). Hetherington dan kawan-kawan (Hurlock, 1996), menjelaskan bahwa pasangan yang bercerai pada umumnya berharap tekanan dan konflik batin berkurang dapat menikmati kebebasan lebih besar dan akan menemukan kebahagiaan diri sendiri. Studi tentang akibat perceraian pada anggota keluarga membawa dampak yang sangat besar, terutama pada tahun pertama setelah perceraian kemudian bertahap akan terjadi penyesuaian terhadap berbagai masalah yang ada dalam keluarga.
2.3.
Faktor-faktor penyebab perceraian
Lalu apa saja faktor penyebab timbul nya perceraian? dibawah
ini ada faktor yang sering kali terjadi:
1.
Kesetian
dan Kepercayaan
Didalam hal ini yang sering kali
menjadi pasangan rumah tangga bercerai, dalam hal ini baik pria ataupun wanita sering
kali mengabaikan peranan kesetiaan dan kepercayaan yang diberikan pada tiap
pasangan, hingga timbul sebuah perselingkuhan.
2.
Seks
Didalam melakukan hubungan seks
dengan pasangan kerap kali pasangan mengalami tidak puas dalam bersetubuh
dengan pasangannya, sehingga menimbulkan kejenuhan tiap melakukan hal tersebut,
dan tentunya anda harus mensiasati bagaimana pasangan anda mendapatkan kepuasan
setiap melakukan hubungan seks.
3.
Ekonomi
Tingkat kebutuhan ekonomi di jaman
sekarang ini memaksa kedua pasangan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarga, sehingga seringkali perbedaan dalam pendapatan atau gaji
membuat tiap pasangan berselisih, terlebih apabila sang suami yang tidak
memiliki pekerjaan.
4.
Pernikahan
Tidak Dilandasi rasa Cinta
Untuk kasus yang satu ini biasanya
terjadi karna faktor tuntutan orang tua yang mengharuskan anaknya menikah
dengan pasangan yang sudah ditentukan, sehingga setelah menjalani bahtera rumah
tangga sering kali pasangan tersebut tidak mengalami kecocokan.
2.4.
Alasan-alasan Perceraian menurut UU
Mengenai alasan
perceraian, UU perkawinan
hanya mengaturnya secara umum yaitu bahwa untuk melakukan perceraian harus
cukup ada alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun
sebagai suami istri (pasal 34 ayat 2 UU perkawinan). Di dalam PP No.9 tahun
1975 pasal 14 dinyataka hal-hal yang menyebabkan terjadinya karena
alasan-alasan sebagai berikut :
a)
Salah
satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sulit disembuhkan.
b)
Salah
satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-berturut tanpa izin
pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
c)
Salah
satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih
berat setelah perkawinan berlangsung.
d)
Salah
satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak
lain.
e)
Salah
satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.
f)
Antara
suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup
rukun lagi dalam rumah tangga.
Dilihat dari pasal 116, ada tambahan dua sebab perceraian
dibanding dengan pasal 14 PP 9 tahun 1975 yaitu suami melanggar taklik talak
dan murtad. Tambahan ini relative penting karena sebelumnya tidak ada.
Alasan-alasan perceraian diatas secara limitatif ( terbatas
pada apa yang disebutkan UU saja ) dan disamping itu harus ada alasan seperti
yang disebutkan dalam pasal 39 ayat 2 UUP, maka jelas kepada kita bahwa UU
sangat mempersulit terjadinya perceraian. Apalagi prosedur perceraian itu,
haruslah melalui pengadilan yang berwenang dan sebelum hakim memutuskan perkara
perceraian itu dia terlebih dahulu mengadakan perbagai usaha perdamaian
diantara suami istri itu, baik dilakukan sendiri maupun bantuan pihak lain.
Dengan ketentuan tersebut diatas, maka perceraian tidak
dapat lagi dilakukan sewenang-wenang oleh salah satu pihak suami-istri dan
apabila mereka akan bercerai terlebih dahulu harus diuji dan diperiksa, apakah
perceraian tersebut dapat dibenarkan oleh UU atau tidak.
Ketentuan ini merupakan sebagian dari tuntutan kaum wanita
Indonesia, yang melihat praktek-praktek perceraian sebelum adanya UU
perkawinan. Sedangkan dalam penentuan dalam proses perceraian ini adalah
wewenang dari instansi peradilan. Oleh karena itu, diharapkan agar hakim dapat
memikul tanggung jawab yang besar dengan kesadaran tinggi akan jiwa dan tujuan
yang diatur dalam UU perkawinan serta harapan masyarakat pada umumnya.
2.5.
Tata cara
untuk mengajukan gugat cerai
Pasal 40 Undang-Undang Perkawinan ( UU No.
1/1974),yaitu dalam ayat-ayatnya sebagai berikut.
1.
Gugatanperceraian diajukan kepada
pengadilan
2.
Tata cara mengajukan gugatan
tersebut pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan tersendiri.
Pengaturan tentang Tata cara Perceraian selanjutnya
terdapat dalam
1. Bab V
dimulai dari Pasal 14 hingga Pasal 36 PP No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan
UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
2. Menurut
Pasal 14 PP No. 9 tahun 1975 tersebut, seorang suami yang telah melangsungkan
perkawinan menurut agama Islam, yang akan menceraikan isterinya, mengajukan
surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa
ia bermaksud menceraikan isterinya disertai alasanalasannya, serta meminta
kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu. Pengadilan yang
bersangkutan mempelajari isi surat tersebut dan dalam waktu selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari memanggil pengirim surat dan juga isterinya untuk meminta
penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian
tersebut
3. Pasal 16 PP
tersebut mengatur bahwa pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang
pengadilan untuk menyaksikan perceraian apabila memang terdapat alasan-alasan
yang tepat dan Pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri yang
bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah
tangga (Pasal 16). Sesaat setelah dilakukan sidang untuk menyaksikan perceraian
yang dimaksud maka Ketua Pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya
perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan kepada pegawai Pencatat di
tempat perceraian itu terjadi utuk diadakan pencatatan perceraian (Pasal 17).
Perceraian tak hanya berdampak pada pasangan suami istri
(pasutri), perceraian juga berdampak buruk pada si buah hati. Bukan hanya hak
asuh yang menjadi permasalahan, faktor psikologis anak juga harus
dipertimbangkan. Banyak masalah yang akan dihadapi anak pascaperceraian.
Perceraian dapat menimbulkan dampak serius karena adanya
perubahan kondisi finansial, tempat tinggal, dan hilangnya kontak dengan orang
tua kandung akan berpengaruh pada sumber daya ekonomi dan sosial.
Menurut beberapa ahli bahwa permasalahan yang paling penting
adalah bahwa anak tidak lagi tinggal dengan kedua orang tua kandungnya. Hal ini
akan berpotensi menimbulkan banyak masalah baru dalam kelanjutannya.
Biasanya anak paling tidak siap dengan perpisahan orang tua.
Malah banyak anak yang depresi gara-gara perceraian. Ujungnya, anak menjadi
terlalu emosional dan akan melakukan hal-hal untuk menarik perhatian. Biasanya
mereka mulai melakukan hal-hal buruk seperti merokok, salah gaul, hingga
kecanduan narkoba. Itu adalah beberapa bentuk pelarian yang negatif. Dalam
kasus perceraian, anak juga akan mengalami dilema antara memilih ibu atau ayahnya.
Bisa saja saat mereka bersama ayah, yang terpikir justru kebersamaan tersebut
akan menyakiti perasaan ibunya. Atau mungkin timbul pertanyaan bagaimana jika
mereka hanya menyayangi salah satu orang tuanya. Selain itu ada beberapa hal yang merupakan dampak perceraian pada anak, yakni:
1. Tingkat kepercayaan seorang anak kepada orang tuanya akan bergeser dan berubah. Ibarat piring yang
sudah pecah, maka jiwa seorang anak tak akan utuh seperti semula.
2. Paradigma si anak terhadap esensi sebuah kebenaran yang hakiki akan
berubah. Dia akan apatis dan apriori terhadap khotbah dan wejangan, dan
menganggapnya sebagai kemunafikan orang dewasa.
3.
Tingkat
konsentrasi seorang anak dalam segala hal termasuk dalam hal belajar, akan
kabur dan ngambang.
4.
Rasa
hormat seorang anak kepada orang tuanya yang sudah dianggap panutan baginya
akan luntur secara perlahan.
5.
Rasa
percaya diri si anak akan hilang, sedangkan sikap skeptis dan ragu semakin
besar.
Sebenarnya
masih banyak efek perceraian
pada anak seperti jiwanya kehilangan kendali, sehingga mudah terpengaruh oleh
arus zaman yang negatif seperti pergaulan bebas, budak narkoba, menjadi
pengikut aliran sesat, dsb. Semua pihak berkewajiban mengantisipasi dampak
perceraian pada anak dengan cara merangkul mereka dengan siraman rohani yang
menyejukkan.
Talaq
dalam Perspektif UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI
Lahirnya regulasi perkawinan dalam
bentuk undang-undang dan KHI (Kompilasi Hukum Islam) tidak lain adalah
untuk mengatur ketertiban, manjamin dan menjaga hak-hak kedua belah pihak agar
tidak dirampas. Oleh karena itu perceraian bukanlah persolan Indvidual
Affair semata akan tetapi sudah pula masuk dalam wilayah kewenangan Negara
sebagai pengaturnya. Dalam perspektif undang-undang sebagaimana dijelaskan
dalam UU No. Tahun 1974 pasal 38 dinyatakan :
Perkawinan dapat putus karena 3
sebab, yaitu:
a. kematian
b. perceraian
c. atas keputusan Pengadilan.
Redaksi pasal tersebut sama dengan
redaksi pasal yang ada di Kompilasi Hukum Islam pasal 113. Apabila merujuk pada
UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI, maka perceraian hanya bisa dilakukan di muka
pengadilan. Sebagaimana bunyi pasal UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawianan
pasal 39 dinyatakan :
- Perceraian hanya dapat dilakukan di depan siding pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
- Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alas an bahwa suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.
- Tata cara perceraian di depan pengadilam diatur dalam peraturan perundangan sendiri.
Kemudian pada pasal 115 KHI
dinyatakan :
Perceraian hanya dapat dilakukan
didepan siding Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan
tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Dari
dua redaksi pasal tersebut diatas dapat diketahui adanya perbedaan antara UU
No.1 Tahun 1974 dengan KHI. Dalam KHI dinyatakan bahwa putusnya perkawinan yang
disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan
gugatan perceraian. Kedua istilah tersebut tidak terdapat dalam UU Perkawinan.
Dalam UU No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, ketentuan mengenai
perceraian juga diatur dalam pasal 66 ayat (1) :
Seseorang suami yang beragama Islam
yang akan menceraikan isterinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk
mengadakan siding guna penyaksian ikrar talak.
Selanjutnya
menyangkut saat mulai terjadinya perceraian karena talak dijelaskan didalam PP
No. 9 Tahun 1975 pasal 17 sebagai berikut :
Sesaat setelah dilakukan siding
pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam pasal 16. Ketua
pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut.
Surat keterangan itu dikirimkan kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian
terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian.
Pada pasal 18 dinyatakan :
Perceraian itu dihitung pada saat
perceraian itu dinyatakan di depan siding Pengadilan. Dalam hal ini KHI
nampaknya sama dalam memandang saat awal perhitungan terjadinya talak seperti
terdapat pada pasal 123 :
Perceraian itu terjadi terhitung
pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan.
Macam-Macam Talak
Ditinjau
dari segi wakttu dijatuhkannya talak, maka talak dibagi menjadi tigamacam
sebagai berikut:
- Talak sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunnah.Perceraian dikatakan talak sunni bila memenuhi empat syarat:
1. Istri yang ditalak sudah pernah
dikumpuli.
2. Istri dapat segera melakukan iddah
suci setelah ditalak.
3. Talak itu dijatuhkan ketika istri
dalam keadaan suci.
4. Suami tidak pernah dikumpuli istri
selama dalam masa suci dalam manatalak itu dijatuhkan.
- Talak Bid’I, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengantuntunan sunnah. Yang termasuk talak Bid’I:
1. Talak yang dijatuhkan terhadap istri
pada waktu haidh.
2. Talak yang dijatuhkan terhadap istri
dalam keadaan suci tetapi pernah dikumpuli oleh suami.
- Talak Sunni Wal Bid’I, yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak Sunni maupun talak Bid’I.
1. Talak yang dijatuhkan terhadap istri
yang belum pernah dikumpuli.
2. Talak yang dijatuhkan terhadap istri
yang belum pernah haidh/telah lepashaidh.
3. Talak yang dijatuhkan terhadap istri
yang sedang hamil.Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang
dipergunakan sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Talak Sahih, yaitu talak yang
diucapkan dengan jelas sehingga ucapantersebut tidak dapat diartikan lain.
Contoh: “aku talak engkau” atau “akuceraikan engkau”.
b. Talak Inayah, yaitu ucapan talak
yang tidak jelas atau melalui sindiran.Contoh: “pulanglah kamu”.Ditinjau dari
segi ada atau tidaknya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istri maka
talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a) Talak Raj’I, yaitu talak yang
dijatuhkan suami terhadap istrinya yang pernahdikumpuli bukan karena memperoleh
ganti harta dari istri, talak yang pertamakali dijatuhkan atau yang kedua
kalinya.
Firman
Allah dalam surat Al-Thalak ayat 1:
Hai
Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan
mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah
waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu
keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar
kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum
Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu
tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.
b) Talak Ba’in, yaitu talak yang tidak
memberi hak merujuk bagi bekas suami terhadap bekas istrinya, unttuk mengembalikan
bekas istri kedalam ikatan perkawinan dengan bekas suami harus melalui akad
nikah baru lengkap dengan rukun dan syaratnya. Talak ba’in ada dua macam:
- Talak Ba’in Sughra, yaitu talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akadnikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam masa iddah.
- Talak Ba’in Qubra, yaitu talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak initidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahi kembali kecuali bekas istrinyatelah menikah dengan orang lain.Ditinjau dari cara suami menyampaikan talak terhadap istrinnya, talak ada beberapa macam:
a. Talak dengan ucapan.
b. Talak dengan tulisan.
c. Talak dengan isyarat.
d. Talak dengan putusan.
Ditinjau
dari masa berlakunya talak dapat berlaku seketika, artinya tidak bergantung
pada waktu atau keadaan tertentu.Hukum Talak Berdasarkan bentuk-bentuk
peristiwa talak yang tersebut diatas, maka talak dapat dibedakan ketetapan
hukumnya yang dinamakan hukum talak:
- Talak wajib, yaitu wajib hukumnya melakukan talak kalau konflik antara suami istri terus menerus terjadi dan tidak dapat dipertemukan lagi baik oleh keluarga maupun oleh Pengadilan Agama.
- Talak haram, yaitu haram hukumnya bagi seorang suami yang menjatuhkan talak kepada istri tanpa sebab yang sah.
- Talak mubah, yaitu menceraikan istri tidak dianjurkan, tidak diwajibkan, atau tidak diharamkan asalkan sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak menimbulkan akibat buruk bagi para pihak setelah terjadi perceraian itu.
- Talak sunnah, yaitu sunnah hukumya menceraikan istri kalau ia tidak mau merubah kebiasaan buruknya semasa belum kawin atau tidak mau menjaga harga diri sebagai seorang istri.
- Talak haram ringan, yaitu seorang suami yang menjatuhkan talak kepada istri dalam keadaan menstruasi yang sebelumnya tidak pernah digauli.
Kewajiban Setelah Perceraian
Setelah proses perceeraian selesai, tidak otomatis maka hak
dan kewajibanantara masing-massing mantan suami istri tersebut menjadi hilang.
Ada beberapa hak dan kewajiban yang masih harus dilakukan oleh keduanya
walaupun telah bercerai.Hal ini berdasarkan ketentuan yang tertulis dalam
Al-quran dan sunnah yang mana Al-Quran dan sunnah lebih banyak menyebut keadaan
istri (bagaimana para aktifis gender?).Diantara hak dan kewajiban bagi mantan
suami setelah bercerai adalah memberikan nafkah sandang dan pangan bagi mantan
istrinya selama dalam iddah. Jadi bagi istri yang belum dicampuri tidak punya
hak untuk memperoleh nafkah tersebut karena ia juga tidak punya masa iddah. Hal
ini hanya berlaku bagi istri yang telah dicampuridan hanya menyesuaikan dengan
keadaan istri tersebut. Bila istri sedang hamil maka memberi nafkah sampai ia
melahirkan (sesuai dengan masa iddahnya), jika istri tersebut sedang suci maka
selama tiga kali suci –tiga kali masa menstruasi- (sesuai dengan masa
iddahnya).
Implikasi dan Dampak Bagi Individu Dan Sosial Positif Dan
Negatif
Perkawinan adalah keadaan yang menyenangkan dimana dua
insanmembangun mahligai rumah tangga demi melanjutkan keturunannya.
Kehidupanyang baru bagi orang yang baru melakukan perkawinan tentunya akan
menemui berbagai masalah yang harus dihadapi dan diatasi bersama. Sifat atau
karakter masing-masing (suami atau istri) harus dapat disesuaikan demi
kelancaran perjalanan rumah tangga. Benturan dari berbagai masalah yang tak
kunjung habis tentunya tidak semua dapat diatasi bersama, bahkan tak jarang
suami ataupun istri memaksakan kehendaknya (egois) sehingga timbullah
masalah-masalah baru yang berujung pada penyelesaian akhir yaitu cerai.Islam
pada dasarnya membenci adanya "cerai" karena itu berarti manusia
tidak dapat berdamai dan hidup rukun. Akan tetapi dalam kehidupan manusia
selalusaja menemukan masalah-masalah yang terkadang manusianya tidak dapat atau
tidak mampu memyelesaikan masalah tersebut. Islam memaknai cerai sebagai jalan
terbaik bagi kedua pasangan suami istri ketika memang tidak ada jalan lain,
jika terdapat jalan yang lebih atau dipandang lebih layak dari cerai maka
hendaklah cerai itudicegah. Hal ini dikemukakan karena mengingat banyaknya
kekhawatiran yangdirasakan oleh si pelaku cerai dan keadan masyarakat disekitarnya.Kasus
perceraian yang sering kita dengar dari TV (dalam hal ini artis-artis),
mendengar berita itu saja kita sudah beranggapan "yang tidak-tidak",
mengingat status janda atau pun duda sangatlah rawan akan pembicaraan
orang-orang. Beban psikologis juga dirasakan pada anak-anak mereka (apabila si
pelaku cerai mempunyai anak) karena tidak menutup kemungkinan ia akan
kehilangan kasih sayang, diejek teman-temannya dan itu akan lebih mungkin akan
menjerumuskan diri si anak pada hal-hal yang menyesatkan.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Perceraian hukumnya halal, tapi sangat dibenci oleh Allah. Oleh karena itu
jangan menjadikan perceraian sebuah jalan keluar untuk sebuah masalah dalam
keluarga. Karena bukan hanya suami dan istri yangmenderita kerugian. Tetapi
juga anak hasil pernikahan tersebut.
3.2.
Saran
Bagi pasangan suami-isteri hendaknya saling memahami, saling
terbuka dalam rumah tangga untukmemecahkan masalah yang dihadapi, sehingga
tidak terjadi disharmonis dalam keluarga. Langkah yang ditempuh adalah dengan
cara mengemukakan permasalahan yang ada, kemudian permasalahan tersebut
dibicarakan bersama dan dicari jalankeluarnya bersama-sama, salah satunya
adalah harus ada yang mengalah dan saling menyadari satu sama lain, sehingga
perselisihan cepat terselesaikan dengan damai
Bagi masyarakat hendaknya
dilakukan penyuluhan yang menyangakut hukumperceraian dengan segala aspeknya,
guna merangsang kokohnya ikatan perkawinandan mengurangi angka perceraian.
DAFTAR PUSTAKA
BERITA
- gaya-hidup.infogue.com –
The
home management house: the home management house conference
http://nasional.kompas.com/read/2011/05/11/22341091/Ekonomi.Penyebab.Perceraian.
Comments
DARI BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Ridwan Mansyur , S.H., M.H BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp pribadi bpk Dr. H. Ridwan Mansyur ,S.H., M.H Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Ridwan Mansyur, S.H., M.H beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Ridwan Mansyur , S.H.,M.H 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Ridwan semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....